Less Talk, Do More City

Menengok Singapura, ada terbersit iri dengan penghuni negara nya si Marlion ini. Apalagi bagi saya yang mulai mencintai tata tertib. Nyaris semuanya di atur dengan sedemikian rupa di negara ini, seakan-akan sudah ada SOP yang di susun dengan perhitungan yang benar-benar matang.

Transportasi umum adalah satu yang mengundang decak kagum. Banyak pilihan transportasi umum disini, dan yang pasti pantas diacungi dua jempol. Pendatang yang baru mendarat di Changi Airport dapat memilih kereta listrik - yang disini dikenal dengan istilah MRT, bus atau taksi.

MRT adalah pilihan yang cukup menarik. Selain anti macet, tarifnya pun cukup murah. Namun, bagi yang pertama kali menginjakkan kaki di Singapura, mungkin butuh sekitar 29 menit untuk mempelajari peta jalur MRT. Peta MRT mirip dengan jalur busway. Antara stasiun transit pun dibedakan dengan warna. Jadi sebenarnya tidaklah terlalu rumit. Saya sendiri semula malas mempelajari peta tersebut berharap ada petugas yang akan menunjukkan arah dan jalur bagi saya. Namun harapan saya sirna begitu menyadari kebanyakan petugas di sana tidak begitu ramah dan sepertinya tidak sabar untuk menjelaskan sesuatu kepada orang asing. "Kalau sudah ada peta, buat apa lagi bertanya?" kira-kira seperti itulah ekspresi muka mereka bila ada yang bertanya tentang arah.

Bagi saya, MRT memiliki daya tarik sendiri, secara saya terbiasa menggunakan KRL ekonomi Depok - Bogor. Jam kedatangan MRT yang selalu ontime (ada papan tanda juga yang menunjukan berapa menit lagi kedatangan MRT), bersih dan yang pasti ada aturan yang tidak boleh dilanggar mengenai naik dan turunnya penumpang. Penumpang yang hendak naik berdiri di sisi kiri dan kanan, sementara bagian tengah adalah untuk penunpang yang hendak keluar. Dengan demikian, tidak ada dorong-dorongan penumpang seperti yang kerap dialami penumpang KRL di Jakarta.

Ada lagi taksi. Jangan bayangkan mobil-mobil mulus seperti yang dipunya Bluebird, Ekspress, Transcab dan moda taksi lainnya yang banyak wara wiri di Jakarta. Ada beberapa yang dari luar kelihatannya mulus dan mewah, namun banyak juga yang tampilannya biasa-biasa saja, namun tetap laris manis. Istilah don't judge the taxi by it's cover ternyata berlaku di sini, mau yang bagus yang jelek, tarif dan keamanannya sama. Tidak ada tarif atas tarif bawah.

Aturan tentang kebersihan juga menjadi pesona negara ini. Di setiap sudut kota, bisa dibilang tidak terlihat kantong plastik, botol mineral, bungkus rokok atau sisa-sisa kemasan makanan. Ada denda yang diberlakukan terhadap orang yang kedapatan membuang sampah sembarangan. Yang patut di catat, aturan tersebut dibuat untuk diberlakukan. Setiap ada pelanggar langsung di tindak oleh petugas yang mengintai di balik kamera-kamera cctv.

Singapura adalah kota yang menurut saya merepresentasikan penegakan UU dengan baik. Mulai dari segi transportasi, kebersihan dan aturan mengenai fasilitas umum yang tersedia bagi masyarakat. Jaraknya  hanya 90 menit perjalanan dari Jakarta. Namun anehnya, kenapa para pengambil kebijakan di negeri saya ini lebih senang jauh-jauh untuk studi banding dan mempelajari tata aturan negara - negara di Eropa?




Komentar

Postingan Populer