After 365 Days

365 days since the last good morning

Itu adalah status di FB yang gw tulis hari ini. Hari ini 31 May. Hujan sendu menyambut ketika gw membuka mata di pagi hari. Seperti biasa, gw menyambar si Bebi yang tergeletak di lantai, mengetik beberapa huruf untuk membuka kuncinya dan berharap ada bintang warna merah di pojok kanan bawah. Sayangnya, seperti biasa, tidak ada icon yang menunjukan pesan di YM. Gw kecewa, seperti biasa.

365 hari rasanya berlalu begitu cepat. Disaat kecewa dan kenangan belum lagi pudar, gw kembali dihadapkan pada angka 31 di bulan Mei. Seandainya perhitungan tahun kabisat jatuh pada bulan Mei, maka gw hanya akan melewati kenangan menyedihkan ini 3 tahun mendatang. Sayangnya, Julius Caesar terlanjur memerintahkan Sosigenes, sang ahli perbintangan untuk menemukan jawaban kenapa penanggalan tak pernah menunjukan musim dengan tepat. Maka mulailah Sosigenes menghitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan bumi untuk mengelilingi matahari. Maka jatuhlah tahun kabisat pada bulan Februari.

Ini masih cerita tentang seseorang yang gw panggil Kutu Kupret. Iya, betul, Kutu Kupret yang itu - orang yang membuat gw menyadari arti memiliki setelah kehilangan. Ia mulai menghilang dari Bebi gw 365 hari yang lalu. Tapi ia tak sepenuhnya hilang dari hidup gw. Meski tanpa selamat pagi, namun pagi yang berembun selalu menyambut gw disaat membuka mata. Sesekali ia bahkan datang lewat hujan sendu di bawah langit yang kelabu. 

Meski Stev - sahabatnya si Kutu Kupret yang sekarang jadi teman baik gw (sebelumnya dia musuh gw), selalu kesal kalau gw ingat tentang sahabatnya, tapi apa mau dikata. Logika memang datang dari otak, dan otak mestinya bisa dikendalikan. Yang gw tidak mengerti adalah darimana datangnya ingatan. Ia datang tak dipanggil, sudah di usir-usir pun tak juga mau pergi. Sesekali ia mengundang senyum, namun tak jarang juga menimbulkan sesal di hati.

Sama seperti pagi ini. Di saat gw menyadari gw terbangun di tanggal 31 May. Yang terbayang di benak gw adalah   saat dimana gw berjalan di bawah rintik hujan dengan hak sepatu yang mengetuk ngetuk aspal. Tak peduli dengan orang-orang yang berlarian di sekeliling gw sambil memayungi kepalanya dengan tangan atau tas, gw tetap berjalan santai dengan kedua tangan memegang Bebi. Pandangan gw pun tak lepas dari layar Bebi yang perlahan-lahan menjadi buram karena tetesan air. Sesekali gw mengelap muka yang basah dengan sebelah tangan.

Dia menanyakan pekerjaan gw, bagaimana kabar kantor dan ia juga sempat menanyakan bu Bos gw. "Apa bos lu masih seperti dulu?" pertanyaannya mengundang gelak tawa gw. Ia sepertinya punya pengalaman buruk dengan bos gw. Suatu ketika, Kutu Kupret sedang galau. Mood nya yang jelek itu sudah terlihat dari "good morning" yang gw terima pagi hari: seperti sayur kelebihan garam. Seharian ia marah-marah. Apesnya, hari itu bu bos ada di kantor. Dan seperti biasa, kalau bu bos ada di kantor, gw akan lebih sering bolak-balik meja-ruangan bu Bos, atau justru bu Bos yang nongkrong di belakang gw. Yang pasti, kondisi begitu membuat acara chit chat dan curhat-curhatan jadi tidak lancar. Dan kesallah dia. Seperti gw bilang, sayurnya kelebihan garam, bikin orang jadi cepat naik darah. Hahahhaha.....

Di hari yang cerah namun di basahi rintik gerimis itu (... gw baru sadar, bumi sudah mulai mengirimkan pesannya hari itu), dia juga sempat menanyakan project novel gw. Gw bilang "sedikit lagi kelar, don't worry," (padahal setengah jalan pun belum ada). Gw jawab begitu supaya perkara cepat kelarnya. Jika gw jawab jujur, yang ada dia bakalan kasih gw kuliah 3 SKS: "Lo butuh berapa lama untuk nulis novel? sudah bertahun-tahun tidak selesai, kapan gw bisa bacanya?". Jarang-jarang gw bohong soal project-project pribadi yang sedang gw kerjakan, tapi hari itu gw tidak ingin berdebat.

Kutu Kupret pun tak memberikan reaksi yang sama. "Cepat selesaikan, setelah itu lo bacakan untuk gw," ujarnya bikin gw tersenyum. Biasanya, kalau dia dengar jawaban gw tentang novel, dia pasti akan bilang "gw tidak sabar pergi ke toko buku, beli novel lo,". Yeaahhh....dia memang orang yang gampang di tebak. Bahkan untuk topik baru terkadang gw sudah bisa memprediksi komentarnya. Ia selalu berkilah bukan dia yang gampangan, tapi karena gw yang kelewat punya bakat jadi detektif. What aaa.....????? ada gitu bakat detective???

Hari itu, ia menemani gw seharian. Bahkan di saat gw harus terlambat pulang karena tiba-tiba ada yang harus gw kerjakan begitu sore tiba. Ia tidak protes. ia hanya mengingatkan gw makan nasi Padang enak, karena sekarang ia sudah tidak bisa mencicipi nasi Padang. Satu-satunya nutrisi yang bisa masuk ke dalam tubuhnya adalah cairan dari dalam botol infus. 

Jalanan sudah sepi begitu gw berdiri di pinggir jalan menunggu angkot yang akan membawa gw pulang. Gw kembali menyapa dia - seperti permintaannya di sore hari "Kalau kerjaan lo beres, lo boleh panggil gw lagi,". Dia bertanya apakah gw sudah pulang, pulang dengan siapa, naik apa, dst. Entah kehabisan topik entah apa, tiba-tiba saja gw dan dia kembali berdebat soal angel dan devil. Angel, sebutan untuk gw. Dan devil, sebutan untuk dia - yang ternyata ikut dibenarkan oleh Stev. Ini yang bikin gw benar-benar marah dengan Stev. 

Malam itu, ia tidak mengucapkan selamat malam untuk gw. Tapi ia meminta gw memberinya selamat malam. "Selamat malam, have a deep sleep,"

Dua jam setelah itu, ia menghadap penciptanya. 

Tujuh hari kemudian, di saat matahari bersinar cerah, di hadapan seorang sahabat, gw menangis diam-diam, seperti rintik hujan yang meyapa matahari siang 7 hari sebelumnya.  Seperti sapa dan tanya yang selalu terucap dalam hati "Good morning, apa kabarmu hari ini?"











Komentar

Postingan Populer