Ujung Genteng: Good Friends, Great Moment, Beautiful Sea



Akhir tahun bagi sebagian orang adalah waktu yang tepat untuk liburan. Libur Natal dan tahun baru jadi masa yang ditunggu-tunggu karena periode liburannya yang biasanya cukup lama, nyaris 1 minggu.
Sayangnya, kebiasaan itu gak berlaku buat gw. Justru periode Desember – Februari gw gak bisa jauh-jauh dari kantor. Sadar akan kenyataan pahit itu, gw pikir gw musti satu merencanakan satu perjalanan untuk menutup 2012 yang penuh darah dan air mata ini. Tak bisa ikut meramaikan musim lebaran akhir tahun pun tak apa-apa, yang penting perjalanan itu gw lakukan pada triwulan terakhir 2012.
Satu tanggal merah di bulan November, dan kebetulan juga looooong wiken udah gw intip dari jauh-jauh hari. 15 November, jatuh pada hari Kamis berwarna merah di kalender meja. Tanggal 16, hari Jumat, meski warna angkanya hitam, tapi ada titik berwarna merah, yang pastinya itu adalah tanda cuti bersama. Horayyyy......saatnya tanya mbah google, dimana laut yang bagus untuk dikunjungi.
Tujuan gw laut. Gw ingin melihat laut. Laut, langit dan angin adalah tiga hal yang gw suka akhir-akhir ini. Mungkin karena merasakan kombinasi ketiganya, hati merasa lebih nyaman. Bagi yang lagi galau, boleh ikutin cara gw. Trust me, it works hehehhee....
Pangandaran adalah tujuan awal gw. Selain pantai barat dan pantai timur yang kabarnya indah dipandang, Pangandaran cukup mudah di jangkau bagi bismania macam gw ini. Cukup sekali naik bis malam dari Kampung Rambutan, turun di Mesjid Agung Pangandaran.  Sisanya bisa jalan kaki saja 15 menit, sampai deh di pantainya.

Tapi, bukan Nia namanya kalau gak pake pamer-pamer ke Gina, manusia yang mungkin udah capek setengah mati sohiban sama gw ini wkwkwkkw.... 

Bukannya bilang "selamat jalan, titi dije," yang ada, dia memaksa minta diajak liburan. Gina ikut pun gak masalah sih, emaknya lumayan percaya kalo anaknya pergi-pergi sama gw, *meski gw suka ada niat buat ngejual dia ke Arab Saudi :p

itu anak di ajak kemana-mana gak ngerepotin kok, cukup kasih obat tidur aja, masukin karung, cemplungin deh ke laut hhiiiii..... 


nah, masalah baru muncul karena dia udah gak jomblo, so musti lapor pacar juga kalo mau pergi-pergi. Yang namanya pacar, mana ada sih yang mau ditinggal liburan? Apalagi long wiken begini. Jadilah Inu, pacarnya Gina ikut

Sayangnya Inu gak mau ke Pangandaran, maunya Ujung Genteng. Hmm...masih sama-sama laut, tak apa-apalah, gw ngikut. Apalagi itinerary Ujung Genteng ternyata udah disiapin sama doi, makin senang aja gw. Cummmmaaaaaa..... ke Ujung Genteng itu agak ribet kalau pergi ala bismania, musti sambung bis dan angkot 3 kali.
Jadi yah terpaksa, kita harus berbum bum ria menuju pantai di ujung propinsi Jawa Barat itu. 
Pergi bertiga aja tentu kurang asyik. Lebih rame mestinya lebih seru. Dan yang pasti, pergi ramean bakalan lebih irit lagi hihihiiii..... jadilah gw ngerayu Iik buat ikuta. Iik yang punya bakat ngegombal pun melancarkan rayuan mautnya ke orang-orang yang jadi target. Semua orang di rayu, di grup rempong, teman kantornya, sampe teman kuliah.  Gw percaya, kalo dia dilepas di Tanah Abang, setengah dari pedagang kain berhasil dia rayu ikut liburan ke Ujung Genteng.
Totally, yang berhasil dia kumpulkan buat ke Ujung Genteng 11 orang termasuk gw. 11 orang rempong ini akan diangkut oleh dua mobil. Mobil 1, jenis sedan isi 4 orang: gw, gina, Mamad dan Inu. Inu kebagian jatah nyopir pulang pergi. Sopir tunggal.
Mobil 2, Daihatsu Xenia isi 7 orang: Iik, Niken, Indah, Mei, Ainun, Angki dan Dwi. Disini sebenernya enak, ada 4 sopir yang bisa gantian.  Cuma tetap saja ada keributan di grup ini, apalagi kalau bukan Xenia yang cukup padat kalau diisi 7 orang, apalagi kursi bagian belakangnya gak terlalu lega buat taro kaki.
Mungkin untuk perjalanan dalam kota dengan jalan yang semulus dan selurus tol gatot subroto, Xenia disi 7 orang gak ada masalah. Tapi kalau rute yang dilalui cukup berliku, tak terlalu mulus, dan butuh 8 jam nongkrong di mobil, Xenia kayaknya gak terlalu asyik.

Ribut-ribut urusan mobil yang kepenuhan ini akhirnya berlanjut ke diskusi nyari Terios. Siapa yang punya Terios? Ada Terios yang bisa dipinjam? Bahkan H-1, Inu  pun akhirnya turun tangan ikutan di diskusi nyari Terios di grup whatsup  "Ujung Genteng" yang dibuat khusus buat liburan kali ini. Tengah malam gw sempat kebangun, iseng ngintip whatsup, masih aja loh urusan Terios di bahas. Padahal udah jelas-jelas gak ada Terios yang bisa dibawa kabur.
Kenapa sih musti Terios? Kenapa gak metromini aja sekalian?
Inilah pendapat gw sebagai orang yang buta mobil tapi tidak buta untuk memilih mobil mana yang nyaman dan yang enggak. Ditambah sedikit pengetahuan hasil tanya-tanya mbah gugel. 

Meski Xenia dan Terios lahir dari orang tua yang sama, yaitu Daihatsu, tapi spesifikasinya beda jauh banget. Xenia sepertinya lebih ditujukan sebagai mobil keluarga yang suka bepergian di dalam kota saja.

Untuk perjalanan jauh dan kondisi jalanan tidak bagus, sepertinya kurang oke. Seperti yang udah gw ceritain di atas, bagian belakang mobil ini gak bisa buat orang yang tingginya diatas 170. Sempit..mpit..mpit.

Sementara untuk Terios, hmm...dari penampakannya saja sudah keliatan unsur "sporty" dan "maskulin"nya, dan juga terlihat lebih kuat. Mobil ini juga keliatannya cocok untuk mengarungi rute-rute "jelek", seperti jalanan berliku, jalanan jelek dan berlobang-lobang.
Tapi bagi gw, yang penting adalah kenyamanan duduk di dalamnya. 

Ini gw kasih bagian interior Daihatsu Terios.

Penampakan bagian dalam Terios..cukup lega yaa..

Kalo masih gak puas sama penampakan versi jpeg ini, bisa juga cek versi flash nya disini  


Nah, ngomong-ngomong soal kekuatan si Terios ini, sepertinya juga udah gak perlu di ragukan. Saat mau nulis postingan di blog ini, gak sengaja nemu  tulisan tentang Terios 7 Wonders, yaitu perjalanan sejumlah jurnalis dan kru dari Daihatsu, menjelajahi pulau Sumatera. Perjalanan yang dimulai 10 Oktober 2012 ini mengunjungi 7 spot kopi yang terkenal di Sumatera. Tentu saja, sesuai judulnya, para petualang ini menggunakan mobil Terioshttp://daihatsu.co.id/.

Sebagai orang Sumatera tulen, dan cukup sering mudik dengan bis kalo keabisan duit beli tiket pesawat), gw cukup tau gimana sadisnya jaluir lintas Sumatera itu.

Itu pula lah sebabnya, kenapa diskusi di grup whatsup cukup memanas ketika membahas mengenai terios. Cukup beralasan kalau kita nyari-nyari Terios yang bisa menggantikan si Xenia. Lha, eksplorasi Sumatera aja pake Terios, masa kita ke Ujung Genteng gak pake sih?? 

Sebenarnya, saat itu gw sempat kepikiran ngerayu-rayu kakak buat minjemin Terios - nya. Cuma, setelah gw pikir-pikir berkali kali lagi, males juga telpon - telpon kakak gw tengah malam begini. Apalagi waktunya mepet begini. Hmm..bukannya gw tak peduli dengan nasib sodara-sodara yang bakalan mpet-mpetan di Xenia ya, masalahnya tuh ini baru di bahasnya H-1. Coba dari minggu kemarin itu pada serius ngomongin rencana ini, pastinya udah gak bakalan nyari terios lagi. Udah ada Teriosnya nangkring (itu juga kalo rayuan maut gw ngena ke kakak gw ya) dan tinggal jalan. *kesal
Akhirnya gw lanjut tidur, sambil berharap besok pagi gak kesiangan.

Jam 7 teng waktu ciputat,

Dua bumbum silver lepas landas menuju tol Bintaro.
Berbekal peta perjalanan yang di print berwarna sama Inu, plus digital map berbasis GPS serta handy talkie (HT) warna kuning, perjalanan pun dimulai. Semula gw sempat mikir Inu tau rute yang alan dilewati. Tapi melihat perlengkapan perang seperti itu, kayaknya dugaan gw salah. Kemungkinan besar Inu gak tau. 

Perlengkapan perang: Digital Map (kiri), Peta (kanan atas) dan HT (kanan bawah)
Dugaan gw gak salah. 
Beberapa kali kita sempat nyasar. Alasannya macam-macam, GPS nya yang gak bener lah (ini perdebatan Gina dan Inu), papan penunjuk arahnya udah buram (ada juga yang ditutupin spanduk pilgub, ckckckc..)

Gina dan Inu sibuk ngurusin peta dan GPS, Mamad malah sibuk ber HT-HT sama Iik yang dapat jatah di mobil kedua. Dari situ gw tau, penumpang Xenia masih saja ribut soal siapa-yang-mesti-duduk-dibagian-belakang-yang-lumayan-sempit. 

Hmm....gw bobo aja deh....Zzzz...

Pukul 16.00 waktu Ujung Genteng.
Horayyyy......lauuutttttt \(^0^)/

Ujung Genteng merupakan pantai yang belum banyak diminati wisatawan. Bisa dibilang, ini salah satu pantai yang masih alami.
Sebabnya, pantai ini belum banyak di kenal orang. Gw sempat lapor ke salah stau teman, mau liburan ke ujung genteng. Dia bilang “bagus itu, sudah mau masuk musim ujan, mendingan benerin genteng,” Nah looohhh....

Sementara Niken dan yang lain sibuk tawar menawar dengan ibu pemilik Vila, gw dan Gina udah berlari ke pantai. Kebetulan vila yang sedang di tawar-tawar itu deket banget sama pantai. Ibaratnya rumah punya halaman belakang, nah, si villa yang kayaknya belum lama dibangun ini halaman belakangnya adalah pantai. 

O ya, sedikit info buat yang minat ke sini diakhir pekan apalagi pas long weekend, memang disini lebih ramai dari hari biasa. Gak mau rugi, pemilik penginapan biasanya ikut naikin harga. Mereka bakal bilang, udah penuh semua, cuma sisa disini. Sst...jgn ketakutan dulu, gak separah itu kok. Pokoknya ditawar aja sampe benar-benar cocok sama kantong. Okay...

Villa yang kita sewa, sederhana tapi nyaman. kamarnya 2, ruang tamu, tempat sholat dan kamar mandi yang cukup bersih. Ada TV dan 2 kipas angin. Untuk 2 malam kita bayar 750 ribu saja. Padahal awalnya dia kasih harga 500 rb/ malam. Lumayan kan hematnya kalo pinter nawar :p

Laut sedang surut begitu gw dan gina guling-gulingan di pantai berpasir bak tepung roti ini. Heheh...baru dengar ya pantai tepung roti? 


Pasir pantai di bagian ini agak kasar dan berwarna kuning gading. Bagi yang suka bikin risoles, pasti tau dong seperti apa tepung roti? Nah kira-kira begtulah bentuknya pasir di pantai ini.
Istilah pantai tepug roti ini sebenarnya murni istilah gw dan Gina. Gw gak yakin ada orang lain yang punya imajinasi sama kayak gw dan gina. 

Gw dan Gina akhirnya menapaki batu -batu karang hitam yang menyembul karena air laut sedang surut. Di satu batu yang cukup besar, kita memutuskan duduk sambil memperhatikan ikan-ikan kecil berenang di sekitar batu karang. Gw memandangi laut dan langit yang benar-benar tak kelihatan batasnya sambil menikmati sepoi angin memainkan rambut. Sementara Gina, sibuk mamain-mainkan riak-riak kecil ombak dengan kakinya. 

Beberapa lama, gw menyadari genangan air semakin besar. Riak ombak pun mulai besar. Air laut sudah mulai pasang lagi. Awalnya kita berdua masih cuek bebek. Toh air pasang pun nanti masih bisa berenang-renang sedkit ke pantai. 

Tiba-tiba gw melihat ombak mulai menjilat bibir pantai, tepat dimana sepasang sendal gw, sepasang sendal gina, dan satu tas kecil berisi dompet, HP gina dan HP gw ditinggalkan. Sebelah sendal gw sudah berenang renang bersama ombak.  

Gw kaget liat sendal dibawa ombak. Gina lebih kaget lagi, sebentar lagi tas kecilnya juga akan nyemplung di laut. Saking kagetnya, kita berloncatan kepinggir pantai untuk menyelamatkan benda-benda berharga itu. Karena terlalu terburu-buru, bukannya menyelamatkan tas, yang ada kita malah merosot dari batu karang dan nyemplung ke laut. Basah deh...

Bersusah payah kita akhirnya menuju pantai dan menangkapi barang-barang berharga itu. Di saat itulah Gina menjatuhkan diri ke pantai. Iseng, gw mengguling-gulingkan tubuhnya. Melihat tubuh Gina yang dibaluri pasir putih agak kasar, saat itulah gw merasa sedang menggulingkan risoles raksasa ke dalam tepung roti, siap untuk di goreng. Wuahahaha....
 
making fairy wings in the sands


Matahari semakin condong ke barat. Air laut yang mulai naik pun sudah menenggelamkan kembali batu-batu karang tempat bersembunyi ikan-ikan. Perpaduan biru laut, semburat jingga di kaki langit dihiasi bangau yang terbang membentuk formasi V, dan pasir tepung roti yang masih menyisakan hangatnya. Sungguh indah karya Tuhan ini.


Meteor Garden 3 :p

Para pesut terdampar




Jum'at, 16 November
05.00 waktu Ujung Genteng

Selesai sholat subuh, kedua bumbum silver keluar dari villa. Meski masih mengantuk, tapi sepertinya tidak ada yang mau melewatkan sunrise di pantai sebelah barat

Para pemburu matahari, Inu dan Mamad sudah siap dengan kameranya. Gw cukup menyiapkan senyuman untuk menyapa sang mentari, kala ia muncul nanti.

Sang mentari muncul malu malu (photo by Mamad)
 

Mentari di telapak tanganku (photo by Mamad)
Sun in my hand  (photo by Mamad)



  

 









Di pantai bagian barat ini, adalah perkampungan nelayan. Belasan perahu kayu tertambat di pinggirnya. Mungkin karena merupakan wilayah perkampungam pantai ini tak begitu bersih. Beberapa sampah plastik menghiasi bibir pantai. 

Pasir di bagian pantai ini berwarna hitam dan lebih halus. Kampung nelayan, pasir hitam yang halus dan buih ombak,mengingatkan gw akan pantai di belakang rumah di kampung nan jauh di mato. Hmm...apa kabarmu mama?

Tak jauh dari sini, ada tempat pelelangan ikan (TPI). Katanya beli ikan disini lebih murah dibanding beli ikan di Jakarta. Dan yang pasti, ikannya masih segar, fresh from the sea. 

Disekitar TPI banyak rumah makan yang menyediakan jasa memasak seafood. Mau dibakar, di goreng, di tumis-tumis, apapun jenis masakan yang diminta biasanya disanggupi pemilik rumah makan. Jadi, kalau mau nyobain seafood ala Ujung Genteng, tinggal pilih sendiri ikannya di TPI, bawa ke rumah makan, dimasakin deh. Biaya masaknya 20 ribu/ kg.

Gw, Inu, Mamad dan Gina sarapan bubur ayam di perkampungan nelayan. Lumayan enak. Merasa masih kurang, gw dan mamad pesan menu tambahan, indomi rebus pake telor. Hmm...ini baru isi perut.

Setelah ngaso-ngaso sambil liatin ayam kejar-kejaran, kita melanjutkan perjalanan ke pantai Cikarang. Untuk menikmati pantai ini, kita harus masuk melalui villa amanda ratu. 

Pantai Cikarang ini dilindungi oleh batu karang yang besar. Pertemuan langsung muara sungai dan pantai dihiasi oleh deburan ombak besar memecah karang. Tempat ini terkenal dengan "Tanah Lot" nya.

Tanah Lot Versi Ujung Genteng

Usai solat ashar, kita meluncur ke Pantai Pengumbahan. Jaraknya sekitar 30 menit dari pantai Ujung Genteng. Pantai Pengumbahan ini terkenal dengan penangkaran penyunya. Sekitar pukul 17.30 - 18.00, biasanya ada pelepasan tukik (anak penyu) ke laut oleh petugas.

Sebelum meluncur ke Pantai ini, lagi-lagi terjadi kehebohan. Apalagi kalau bukan urusan mobil. Info dari penduduk setempat, mobil jenis sedan tidak bisa menuju Pantai Pengumbahan. Jalanan jelek, berlubang dan becek, kasihan mobilnya.
Hmm...seandainya ada Terios... 

Akhirnya, diputuskan hanya Xenia yang berangkat ke Pengumbahan. Sisanya diangkut pakai ojek. Adalah Kang Ivan, tukang ojek yang mau di tawar, dari 50 rb/ ojek jadi 40 rb/ ojek PP (Villa - pengumbahan - villa). Setelah deal harga, Kang Ivan pun menjemput krunya untuk nganterin qw, inu, mamad dan Gina. 

Pantai Pengumbahan memiliki jenis pasir pantai yang lain lagi. Warnanya agak putih dan super halus. Bisa gw bilang, pantai ini lah yang kebersihannya paling terjaga. Mungkin ini faktor petugas yang melarang pengunjung membawa makanan. Ya iyalah, kalau sampai pantai ini kotor, penyu-penyu nanti malas bertelur di pantai ini. So, bagi yang punya kebiasaan jelek buang sampah sembarangan, kalo kesini kebiasaan jeleknya tolong di rem yaaa....


Ombak Putih Pantai Pengumbahan
Langit di pantai pengumbahan
 


     

































*Foto tukiknya belum dikasih sama Om Mamad, nanti ditambahkan yaaa...

Ke ujung Genteng belumlah kumplit kalau gak intip mama penyu bertelur. Disaat malam mulai pekat, mama penyu biasanya naik ke pantai dan mulai mencari lobang untuk bertelur. Prosesi ini biasanya terjadi sekitar jam 21.00 - 3.00.

Semula, kita sempat berencana tetap menunggu saja di Pengumbahan hingga pukul sembilan. Tapi dengan beberapa pertimbangan, salah satunya persoalan perut yang bergejolak sementara di Pengumbahan tidak ada sumber jajanan, akhirnya kita putuskan kembali ke Ujung Genteng. Kembali ke villa, bersih-bersih, cari makan malam sambil memantau handphone, siapa tau ada informasi dari petugas konservasi penyu di Pengumbahan memberi kabar mama penyunya sudah naik ke darat atau belum.

Petugas di konservasi penyu Pengumbahan ini memang cukup kooperatif. Mereka mau kok kasih kabar bagi pengunjung yang gak mau menunggu tanpa kepastian di Pengumbahan.Niken dan Inu adalah dua orang yang paling gak sabaran menunggu kabar dari petugas konservasi. Setiap menit mengecek handphone. 

Pukul 23.00 kurang sedikit, petugas memberi kabar melalui sms ke Inu. Katanya ada 5 ekor penyu yang sudah naik ke darat. Niken yang tadinya udah bersiap mau tidur langsung loncat begitu Inu nongol di depan pintu kamar kasih kode-kode ada penyu. Gw yang tadinya juga udah mulai merem-merem ikutan loncat, langsung nyamber jeans yang tergantung.

Malam itu, yang berangat kembali ke Pengumbahan hanya gw, Inu, Mamad, Niken dan Iik. Yang lainnya sudah mengantuk dan tidur. Akhirnya kita berangkat menggunakan Xenia, tidak perllu cari ojek malam-malam.

Sampai di konservasi, ternyata sudah ada beberapa kelompok yang menunggu. Ada satu keluarga dengan anak umur sekitar 7 tahun sedang duduk-duduk di depan aula konservasi. Karena cuaca cukup dingin, gw putuskan masuk ke aula yang dijadikan ruang tunggu untuk pengunjung. Cukup bersih dan nyaman. Ada satu TV yang sedang menyala. Di pojokan, gw lihat ada 4 orang sedang terlelap di dalam kantong tidur. Di sampingnya, bertengger 4 ransel besar.

Gw sempat iri melihat kantong tidur yang kelihatannya hangat itu. Pemandangan itu menghasilkan satu ide di kepala gw. Bahwa sebenarnya, biaya penginapan bisa dipangkas apabila kita mau nginap di aula milik konservasi penyu ini. Toh petugas sepertinya tidak keberatan ada pengunjung yang tidur disini

Menunggu nyaris 2 jam, masih belum ada tanda-tanda kita bisa ke pantai ngintipin si mama penyu. Meski sudah ada penyu yang naik ke pantai, tapi belum tentu bisa langsung diintipin. Sebabnya, petugas musti memastikan dahulu si penyu sudah nyaman dengan lobang yang digalinya untuk bertelur itu. Karena kalau dia masih belum nyaman, trus tiba-tiba terusik dengan pengunjung, bisa-bisa dia kaget dan tidak mau lagi datang ke pantai untuk bertelur. Nah, kalau kejadian seperti itu, berbahaya toh buat kelangsungan hidup para penyu ini.

Beberapa menit sebelum pukul 1 dini hari, hujan mulai turun. Awalnya gerimis, lama-lama jadi besar. Akhirnya dengan berat hati, kita terpaksa kembali ke penginapan. Tak jadi ketemu mama penyu deh.. tapi yah gw tidak terlalu bersedih. paling tidak gw pernah merasakan 2 jam nungguin mama penyu :D

Sabtu, 17 Nov
06.00 waktu ujung genteng

Gw terbangun karena sinar matahari yang masuk dari jendela kamar. Selain itu, di luar juga sudah terdengar ribut-ribut nyari kopi. Sudah pagi lagi. Harus cuci muka dan sholat subuh.

Usai sholat subuh (yang kesiangan), gw ambil sendal dan jalan ke pantai. 

Selamat pagi laut, selamat pagi langit, selamat pagi angin, selamat pagi...

Secangkir coklat panas akhirnya menemani gw menikmati pagi sambil memandangi pantai. Sejenak gw menyapa sahabat gw yang abunya di larung ke laut 7 bulan yang lalu. "Apa kabarmu di sana? pagi ini mau temani gw habiskan coklat panas? "       

Ini pagi terakhir gw bersama laut dan pantai Ujung Genteng. Gw harus kembali ke Batavia, kembali menghadapi kenyataan dengan rutinitas di markas. 

Pukul 9.00 waktu Ujung Genteng,
Dua bumbum silver meninggalkan Villa mungil di pinggir pantai Ujung Genteng milik ibu Rohayani. 

"Nanti, gw akan kembali kunjungi lo, di waktu dan laut yang berbeda,"

Satu lagi tujuan sebelum pulang: Curug Cikaso.
perjalanan sekitar 40 menit saja dari Ujung Genteng.

Menuju Curug Cikaso, bisa dengan jalan kaki sekitar 15 menit dan gratis, atau naik perahu bayar 80 ribu/ perahu, sekitar 5 menit saja. Boleh pilih.

Berasa dimanaaaa gitu.. padahal mau ke curug cikaso doang lohh

Yang membuat curug Cikaso tak boleh dilewatkan adalah air terjunnya yang terpola.

Curug Cikaso
    
Selain bisa duduk-duduk di batu sambil menikmati hembusan angin sepoi-sepoi yang cukup menggigit kulit, pengunjung bisa juga berenang. Gw, iik dan Gina emang dasarnya gak basa liat air nganggur, langsung nyebur. Byur..byur....berenang gaya batu juga boleh.

Matahari sudah semakin tinggi (meski udara masih terasa dingin), akhirnya kami mengucapkan selamat tinggal pada Curug Cikaso. 

Puas, hati senang dan gembira dan yang pasti sedikit lelah. Sebelum menginjak pedal gas, Inu sempat wanti-wanti ke 3 penumpang yang udah sering menguap. "Gak boleh tidur semuanya, kalau mau tidur, gantian,"

Awalnya gw berharap gw dapat giliran pertama memejamkan mata. Sayangnya, baru aja duduk, Gina udah nempelin kepala di bantal, Mamad juga udah terlelap di kursi depan. Huff....nasib ya nasib...meski mata kedap kedip, gw deh yang jagain Inu biar dia gak ikutan tidooorr

Well, perjalanan pulang, gak banyak yang bisa gw ceritakan memang. Inu yang menyetir dengan keren banget pas tikungan-tikungan di sekitar pelabuhan ratu, kejebak macet dikit di pintu tol, dan waktu tempuh balik ke Jakarta lebih cepat 1 jam. Sisanya, gw sempat tertidur sekejap dua kejap, sambil mimpiin gw ikutan jelajah 7 wonders dengan Terios. Hehehehe..... masih aja di bahas ya mobilnya.

Eh, tapi kan siapa tau, nothing impossipble. Kalo sekarang sahabat petualang menjelajahi Sumatera untuk menemukan coffee paradise siapa tahu suatu hari nanti gw bisa ikutan jelajah 7 pantai terbaik di pulau Jawa. Who knows? 

Referensi:
1. Pengalaman pribadi
2. http://www.daihatsu.co.id/terios7wonders/news
3. http://daihatsu.co.id/

Komentar

Postingan Populer