Hanamasa

Sore ini tiba-tiba mendapat pesan dari seorang sahabat di whatsup "pengen makan di Hanamasa".
Pesan singkat, namun cukup membuat gw merasa sedih. Mungkin bagi sebagian orang (apalagi yang punya uang saku lumayan), tak ada susahnya makan di restoran Jepang itu. Cukup datang, duduk, makan, bayar. Bahkan jarang ada kata waiting list untuk tamu lantaran dimana-mana resto ini punya kapasitas cukup besar.

Namun tidak begitu dengan Cici (Cici = kakak). Ia harus bersabar dalam banyak hal demi memiliki waktu lebih lama untuk orang-orang yang disayanginya.

Saya mengenalnya sekitar 4 tahun yang lalu. Pertemuan yang tidak sengaja di salah satu mall di Jakarta Barat di awal 2009 itu akhirnya berlanjut jadi hubungan yang sukar dijelaskan. Dia akhirnya mengangkat saya sebagai adiknya, dan sayapun mengakuinya sebagai kakak. Tak punya hubungan darah, tak punya kesamaan hobi, profesi ataupun pendapat, dan secara fisikpun sangat jauh berbeda. Satu-satunya alasan kuat kenapa dia menjadi kakak saya hanyalah karena ia lahir 7 tahun lebih awal dari saya. Maka sayapun memanggilnya Ci2.

Ci2 punya masalah dengan beberapa organ tubuhnya. Ia memiliki masalah jantung sejak kecil. Itu sebabnya ia tak bisa jauh-jauh dari tabung oksigen. Ci2 pun harus menghindari beberapa kondisi seperti keramaian dan aktivitas fisik yang kelewat berat. Dan tak bisa dipungkiri lagi, sejumlah operasi telah dijalaninya demi memperbaiki kondisi jantungnya.

Secara fisik, tak kan ada yang menyangka Ci2 punya masalah dengan kesehatannya. Bahkan diantara teman-temannya, saya yakin hanya beberapa yang menyadari ia tak sekuat perempuan lainnya. Ia mengasuh baby boy nya seperti ibu kebanyakan, ia menyetir seperti orang kebanyakan, ia aktif di kegiatan sosial seperti yang lain-lainnya. Saya pub, jika bukan karena terbiasa mengasah bakat curiga, mungkin hingga saat ini juga terima saja beribu alasan yang ia sampaikan jika menghilang hingga 3 - 5 hari.

Sekitar 2010, saya sempat kehilangan dia cukup lama. Satu bulan lebih tidak ada jawaban, sms, ym, email, bahkan telp tidak diangkat. Saat itu, saya hanya berusaha berfikir positif, anggaplah ia sedang berobat ke China atau Singapure untuk waktu yang panjang. Namun rasa khawatir tetap tak mau hilang. Lewat satu sahabat yang saat itu berada di Papua, dan kebetulan punya kontak ke beberapa keluarganya Ci2, saya akhirnya mendapat kabar singkat dan cukup membuat saya menangis dalam diam.

Ci2 mengalami kecelakaan, tak ada luka fisik, namun ingatannya hilang.
Apalagi yang lebih membuat frustasi dibanding memory yang terpecah belah?  bahkan ia juga tak punya memory tentang baby boy nya. Ia juga tak ingat saya.

Saya sedih, mengingat ia tak kan ingat punya adik bernama Nia. Tapi yang lebih menyakitkan lagi, menyadari cobaan yang diberikan sang pencipta untuknya. Tak mengapa ia tak mengingat saya, tapi berikan titik terang baginya- itu doa yang saya minta pada Tuhan saat itu.

Namun saya pikir, berdoa saja tidak cukup. Saya harus melakukan sesuatu. Mulailah saya mengirim email perkenalan dengan subjek : Hai
Saya perkenalkan nama, aktivitas dan ingin berteman dengannya untuk berbagi cerita.

Tak disangka, beberapa hari kemudian Ci2 membalas email saya. Ia mengatakan senang ada yang ingin berteman dengannya. Ia juga meminta maaf untuk beberapa waktu tak bisa mengenali saya, padahal ia menyadari di emailnya sangat banyak email2 dari saya.

Dari situ saya menyadari, amnesia yang dialaminya membuatnya mengurung diri dikamar. Bahkan dengan tetanggapun ia tak berani bertemu. Ia tak ingin dianggap sombong krn tak menyapa tetangganya. Seandainya ia mencoba mengingatpun, ia akan mengalami serangan sakit kepala.

Namun, diluar itu semua, yang lebih mengkhawatirkan saya adalah ia tak ingat dengan kondisi tubuhnya. Satu kali ia minum lipton ice tea, lalu setelah itu mengalami sesak nafas. Ia mengira itu adalah asma. Di lain kesempatan, ia menanyakan sejumlah goresan pada dadanya.

Entah bagaimana rencana Tuhan terhadapnya, namun saya percaya ia dapat melewatinya. Perlahan-lahan, ia akhirnya berhasil merapikan potongan-potongan ingatan dikepalanya, meski masih ada beberapa yang belum ketemu. Tentunya, ini hasil kerja keras keluarga dan sahabatnya. Saya tersenyum senang setiap kali ia mengatakan beberapa hal yang ia ingat tentang saya.

Belum lama kemajuan yang menggembirakan itu, Ci2 lagi-lagi harus menghadapi kenyataan pahit. Obat-obatan yang dikonsumsinya, entah karena kecelakaan atau memang obat jantung yang sudah lama dikonsumsinya, satu ginjalnya rusak. Harus diangkat. Dokter bilang harapan hidup hanya 2 tahun.

Saya menangis. Ia bertahan diam. Akhirnya kami  menangis bersama disatu sore yang dibasahi hujan.

Masih tak cukupkah Engkau mengujinya?
Padahal ia sangat cantik apabila tertawa.

Proses transplantasi ginjal dijalaninya di China. Dokterpun ternyata tak memberikan jaminan 100 %, bahkan 99% pun tidak. semua kembali pada yang diatas. Pulang ke Jakarta, Ci2 masih harus menjalani cuci darah dan diet makanan.

Saya tak habis pikir, ada orang yang alami ujian seberat itu, namun ia masih tahu bersyukur. "Syukur masih bisa 2 tahun lagi main sama kamu," candanya.

Akhir-akhir ini, dokter memberikan diet makanan yang semakin ketat. tak hanya sekedar diet, apa yang masuk ke tubuhnya pun harus berdasarkan takaran dan persetujuan dari dokter. Satu kali saya lihat ia memandangi saja botol air mineral dihadapannya, lalu sambil tersenyum ia bilang "10 menit lagi baru boleh minum,". Setelah 10 menit, ia minum, itupun hanya seteguk.Dilain kesempatan, saya tanya makan siang apa, dia jawab makan siang sepotong terong mentah.

Saya tidak menyangka, pola makan yang demikian ketat hanya untuk memperpanjang waktu 1 atau 2 tahun lagi. Namun, satu hal yang saya sangat syukuri, ia bisa terbuka dengan saya. Apapun keinginannya, meski kita tahu tak kan pernah terlaksana, ia selalu ungkapkan.

Seperti sore ini, ia ingin makan di Hanamasa. Permintaan yang mudah namun terasa sangat berat bagi saya.
"Saya belum pernah sekalipun ke Hanamasa," begitu saya jawab.

Ia tertawa. saya tahu ia benar-benar tertawa. Tak mengapa ia menertawakan saya yang belum pernah mencicipi restoran Jepang itu. Mungkin di hadapan orang lain saya ada sedikit perasaan malu. Tapi untuk Ci2, saya hanya ingin melihatnya tertawa.



Komentar

Postingan Populer