Dia dan Sepotong Cheesecake

Dia menatap sepotong cheesecake yang masih berada di dalam kotak kertas bertuliskan cheesefactory. Sudah satu jam lebih kotak mungil itu dibiarkan terbuka, memperlihatkan sepotong kue keju dilapisi selai blueberry dan potongan buah berry. Dia masih tak berniat menjamahnya, hanya menatapnya saja.
Sudah sedari tadi siang ia menginginkan sepotong cheesecake. Maka begitu jarum jam menunjukan pukul 5, iapun segera berbenah dan melangkah ke sebuah toko kue, tak jauh dari kantornya. Seorang ibu paruh baya sempat menatapnya begitu ia menaruh sepotong kue keju itu ke nampan. “Yang itu tidak sehat Nak,” ujar si ibu. “Tidak apa-apa, saya suka,” dia menjawab ibu yang mengambil 2 potong roti gandum itu sambil tersenyum.
Sepotong cheesecake di dalam kotak. Kue kesukaannya. Kue kesukaan seseorang yang sedang ada dipikirannya.

“Nanti kalau gw sembuh, kita celebrate, makan bakmi sepuasnya”
“Tapi gw tidak suka bakmi,  bikin usus keriting”
“Gw suka bakmi, gw mau bakmi”
“Es krim saja,”
“Tidak mau,”
“Pokoknya bakmi, ada yang gw suka di Jakarta, nanti lo makan di sana”
“tidak mau. Makan cake saja, cheesecake,”
“Baik. Cheesecake juga gw suka,”
8 bulan lamanya, dia selalu menantikan hari itu. Hari dimana dia akan merayakan kesembuhan seseorang yang ada dalam pikirannya dengan menyantap sepotong cheesecake. Hari itu tak pernah ada.
Ini hari ke 29 seseorang yang ada dalam pikirannya itu berpulang. Dengan sepotong cheesecake di hadapannya, dia tak hendak merayakan apa-apa. Dia hanya sedang terkenang (dan selalu terkenang) seseorang yang ada dalam pikirannya. Apa kabarmu? sedang apa kamu disana? apakah sedang hujan atau panas? di sini baru saja hujan, tanah masih menguarkan wangi hujan, langit mulai bersih dan bintang-bintang satu satu bermunculan. Adakah kamu bertemu bintang disana?
Ia sama sekali tak ingin menyentuh sepotong kue berlapis selai warna ungu itu. Ia ingat, belum sesuap pun nasi yang singgah ke perutnya hari ini. Hanya beberapa teguk air putih yang mengalir melalui kerongkongannya.
Dia tahu tak boleh berlaku konyol seperti itu. Ia merasakan perutnya lapar, pandangannya mulai kabur pertanda kepalanya pusing. Tapi mulutnya seolah enggan terbuka. Jangankan untuk memasukkan sesuap nasi, untuk berkata-kata saja hari ini terasa berat sekali. Dapat dihitung, tak sampai sepuluh kalimat yang dikeluarkannya hari ini. Sisanya, ia lebih banyak diam, menatap monitor berlayar datar di hadapannya lalu tenggelam dengan seseorang yang ada dalam pikirannya.
Sampai kapan melihat dunia dengan cara seperti ini? ia bertanya tanya sendiri.
Ia tak ingin berduka berlama-lama. Ia yakin, seseorang yang ada dalam pikirannya juga tak menginginkannya seperti itu. Seseorang yang ada dalam pikirannya pernah meminta ia untuk mengenangnya dengan senyuman. “Tertawalah, karena itulah elo”
Dia ingin sekali tertawa. Tawanya yang lepas dan terkadang jahil.  Tapi sekarang dia lupa bagaimana caranya tertawa seperti itu. Dia ingat bagaimana akhir-akhir ini teman-temannya di kantor menatapnya disaat ia sedang tertawa. Ia ingat bagaimana sahabatnya menceritakan kisah lucu untuk membuatnya tertawa. Ia ingat bagaimana ia harus buru-buru masuk ke toilet usai tertawa untuk menghapus sebutir air mata yang tiba-tiba muncul di sudut matanya.
Teman-temannya, sahabatnya, ia tahu mereka mengkhawatirkannya. Betapa sekarang ia mendapat lebih banyak perhatian-yang ia tahu mereka sedang mengkhawatirkannya. Betapa sekarang ia ingin menyendiri tapi tak pernah ada kesempatan untuk sendiri. Betapa ia ingin menikmati tidur siang sambil duduk di kursi di ruang meeting. Sayangnya, begitu dia ingin memejamkan mata selalu ada yang mencarinya, mengajaknya berbicara, seolah-olah ia tak boleh dibiarkan sendiri.
Bagaimana caranya? ia bertanya pada sepotong cheesecake dihadapannya yang masih tak ingin disentuhnya.
Seseorang yang ada dalam pikiranmu tak pernah benar-benar meninggalkanmu. Dia mendengar kue keju itu bicara
Salah, dia pergi. Bahkan dia meminta izin untuk pergi
Ia hanya pergi, tapi ia tak meninggalkanmu.
Aku ingin ia ada disini
Biarkan ia pergi, tapi jangan biarkan ia meninggalkanmu.
Apakah dia akan melupakanku?
Jaga dia dalam hatimu, maka ia akan selalu bersamamu.
Bagaimana caranya?
Kamu sudah tahu caranya. Dia sudah memberitahumu.
Dengan tersenyum?
Tentu saja. Meski kamu tidak tahu, tapi dia pernah diam diam melihatmu tersenyum dari balik tembok sebelah sana. Saat itulah dia bertekad tidak akan melepaskanmu. Kamu tidak ingat kado pertama yang ia berikan kepadamu?
Sebuah senyuman. Aku masih menyimpannya
Apa lagi?
Sebuah pulpen. Aku juga masih menyimpannya. ia memberiku sebuah pulpen, padahal ia tahu tulisanku teramat jelek. Sungguh aneh.
Karena kamu tersenyum disaat kamu sedang menulis.
Apakah begitu?
Ya. Sekarang, apakah kamu tahu apa yang harus kamu lakukan?
Ya
Jangan kecewakan ia yang ada dalam pikiranmu, teman-teman yang mengkhawatirkanmu, dan sahabat yang selalu menjagamu. Mereka menyayangimu.
Aku merasakannya
Sejenak ia merasakan kehadiran seseorang yang ada dalam pikirannya. Manatapnya dalam diam dan memberikan sepotong senyuman untuknya.  Ia melihat sendok mungil yang sedari tadi tergeletak di samping kotak cheesecake. Seseorang yang ada dalam pikirannya mengulurkan sendok itu kepadanya, mengajaknya merayakan hari yang tak pernah ada dengan sepotong cheesecake.

Komentar

Postingan Populer