Tiba-Tiba Thailand part 1: Semua Gara-Gara CHUANG

Thailand mungkin menjadi negara di Asia Tenggara yang banyak menyita perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Tak dapat dipungkiri, Negeri Gajah Putih ini menjadi negara di ASEAN dengan kunjungan wisatawan terbanyak dari waktu ke waktu. Pilihan wisata eksotis, kemudahan akses transportasi, wisata belanja dan kuliner yang menggoda serta yang paling penting, akomodasi yang bisa dibilang lebih terjangkau dibanding negara Asia lainnya. 

Sejujurnya, Thailand tidak masuk dalam whislist saya. Mungkin karena imagenya sebagai kota yang crowded dan panas, yang kata orang-orang mirip dengan Jakarta. Jadi, saat dulu Dini - bestie si tukang nebar racun travelling - kerap ngajakin ke Thailand, saya ogah. Saya tidak tertarik, hingga Maret 2024, saya terpaksa harus ke Thailand karena satu tugas, dan ini mengubah segalanya. 

Semua berawal dari Program Idol Chuang 2024, salah satu project yang saya handle untuk urusan publikasinya, dimana ada dua orang trainee asal Indonesia ikut berjuang dalam kompetisi idol ini. Salah satunya, Caith, member JKT 48 lolos ke babak eliminasi. Demi memberikan dukungan untuk Caith dan juga untuk promosi program juga tentunya, jadilah saya harus berangkat ke Bangkok, bersama 1 rekan dan 1 wartawan entertaintment. Dan tentu saja, keberangkatan ini dipersiapkan secara dadakan. 

Untuk yang belum tahu, Chuang adalah semacam kompetisi/ ajang pencarian bakat yang nantinya peserta terpilih/ yang lolos hingga babak akhir akan debut sebagai girls group/ boygroup. Yang menjadikan ajang ini sangat kompetitif adalah, asal pesertanya dari banyak negara di Asia, dan trainee - sebutan untuk para peserta tidak hanya dituntut bisa menyanyi, tapi juga menari. Selain penilaian dari juri, voting dari audiens juga akan menentukan trainee tersebut lolos ke babak akhir atau tidak. 

Nah, jadi paham kan kenapa pentingnya publikasi media untuk mendukung peserta asal Indonesia ini? 

Hanya saja, karena Chuang ini rumahnya memang di Bangkok - Thailand, jadi untuk mendapatkan akses peliputan media tidak segampang bikin pressconference di Jakarta. Ada banyak seleksi yang diberlakukan penyelenggara, termasuk pitching atai seleksi media yang akan mendapatkan akses. Jadi, meskipun wacana peliputan Chuang di Bangkok sudah mengemuka dari 2 minggu sebelumnya, tapi keputusan konfirmasi liputan dan media yang terpilih baru diperoleh H-3. 

Tiba-tiba Dini Ikut

Event yang harus dihadiri di Bangkok itu berlangsung hari Minggu, 3 Maret 2024. dengan perhitungan waktu yang paling mepet, kita sudah harus sampai di Bangkok Sabtu malam, supaya ada waktu yang cukup untuk istirahat sebelum bertugas di hari Minggu. 

Kebetulan di minggu teralkhir Fabruari tersebut, saya banyak meeting di luar kantor, untuk project lain. Karena itu, saya titip pesan ke Sabil, partner kerja untuk Chuang ini. Saat sudah ada konfirmasi dari klien, tolong segera di urus saja tiket dan akomodasinya. 

Singkat kata, hari Rabu (28/2) siang, Sabil mengabari lewat WA bahwa positif berangkat dengan media yang juga sudah dipilih klien tentunya. Saya merespon singkat "Noted. Segala keperluan langsung di proses ya, bisa langsung berkoordinasi dengan finance," saya menjawab. Artinya, untuk pilihan penerbangan dan hotel, tidak perlu lagi approval saya. Saya hanya minta kepastian rundown acara dan agenda-agenda bersama media. Setelahnya, saya melanjutkan aktivitas hari itu. 

Saya pikir, arahan singkat lewat WA tersebut cukup untuk Sabil melakukan pekerjaannya. Saya lupa memberikan satu hal ke Sabil: no passport. 

Siang ke sore, jelas saya slow respon di WA, karena ada beberapa meeting yang membutuhkan waktu intens dengan klien. Alhasil, saya tidak menyadari Sabil uang mengirim pesan menanyakan no passport. 

Sore sekitar pukul 16.00, saat aktivitas hari itu sudah mulai longgar, barulah saya mengecek lagi satu-persatu WA yang belum terbaca. Diantara sekian banyak, ada 2 notif yang mencuri perhatian:

Pertama, chat dari Sabila tentu saja. Ada satu teks menanyakan no pasport, lalu 2 panggilan tak terjawab. Jeda 20 menitan, dia melanjutkan dengan kabar "tiket dan hotel DONE ya mba, berikut ...[attachment tiket],". 

Damn!!! baru sadar Sabil belum punya no Paspor saya. Sedetik kemudian muncul pertanyaan, bagaimana bisa dia process tiket tanpa no paspor?

Saya jawab Sabila hanya dengan "Ok, Trims," , lalu lanjut ke chat berikutnya, dari Dini.

"Bun, lu mau ke Bangkok? gw ikuuutt yaaa..." - kalimat yang singkat, padat dan menjawab pertanyaan di atas. Tanpa perlu bertanya, saya sudah dapat menyimpulkan: Karena saya slow respon, Sabila menghubungi Dini minta no paspor saya, sehingga Dini mengetahui kita akan ke Bangkok dan akhirnya..begitulah, ngekor wkwkkwkw...

Nah, di sini saya kasih two tumbs up buat Sabil yang punya problem solving mumpuni - bertanya ke satu-satunya orang yang suka ngayap bareng saya, blusukan ke negara-negara tetangga. Siapa lagi kalau bukan Dini. Sebagai hasilnya, bukan hanya no paspor yang di dapat, tapi member mendadak Thailand pun bertambah satu wkwkwk..

Singkat cerita, Dini yang memang khodammnya 'pembuat itienerary open trip' malah akhirnya yang antusias menyusun ini itu. Padahal ini bukan kali pertama dia ke Thailand - tapi tetap saja dia yang lebih antusias merencanakan perjalanan. bersyukur sebenarnya, mengingat di minggu tersebut saya pun masih padat dengan agenda lain, lalu kehadiran bestie yang dengan kesukarelaannya membantu Sabil ini itu, perjalanan setengah tugas setengah travelling with bestie ini berjalan lancar. 

Oh ya, sebelumnya saya sudah jelaskan ke Dini, kalau agenda di Bangkok bakalan padat dan mungkin tidak selonggar saat kita beneran travelling. "Aman, lu kerja aja, gw tinggal blusukan sendiri atau cari kafe yang enak buat buka laptop. Gw cuma perlu nyamain flight dan hotelnya aja, paling nggak kita dinner bareng di street food sama gw temenin lu shopping di Cha Tu Cak," ujarnya santai. Ckckck... begini amat punya teman nggak bisa liat travelokanya nganggur. 




Komentar

Postingan Populer