Good Luck Friend :)

Saya mengawali minggu terakhir di bulan Januari ini dengan perasaan yang campur aduk. Tiba-tiba saja sebuah perusahaan yang selama ini saya targetkan menjadi prospek klien mengajak bertemu. Tanpa basa-basi, mereka meminta kami mengerjakan sebuah pekerjaan.
"Mimpi apa saya semalam? dua kali ikutan pitching, bela-belain lembur dan kurang tidur demi menghasilkan proposal keren, g pernah dapat. Sekarang tiba-tiba aja dikasih. Dengan nilai project yang sama, namun pekerjaan yang relatif lbh sederhana? Tuhan itu g tidur, kalau jodoh g akan kemana," 

Cuma, apesnya, saya cuma punya waktu 5 hari untuk lakukan persiapan *sigh
Terpaksalah seisi kantor berlembur-lembur riang gembira demi kesuksesan acara.

Di penghujung minggu, disaat saya dan klien melakukan technical meeting di sekitar Bulungan, saya mendapat sms dari salah satu teman di kantor. Dia pamit. Resign.

Perasaan saya kembali campur aduk. Heran, kecewa, sedih, feeling guilty ... apapunlah kata yang mengarah ke Galau.
Penjelasan Mba Intan dari IBL tiba-tiba saja hanya seperti kata-kata yang numpang lewat. G ada yang nyangkut, jangankan di otak, kuping sayapun sepertinya tertutup selaput sehingga yang terdengar hanya rangkaian huruf vokal yang berirama. 

Saya bukannya tidak biasa menghadapi pengunduran diri seseorang. Dan teman yang pamit kali ini pun bukanlah seseorang yang sangat dekat dengan saya yang perlu saya sesali kepergiannya. Bahkan disaat dua orang terdekat saya pamit beberapa bulan yang lalu, saya cuek saja. 

Saya menaruh harapan besar terhadapnya. Mungkin dari awal, ekspektasi saya cukup tinggi, sehingga disaat dia memutuskan menyerah (menurut saya), saya sangat kecewa. Dan lagi, barangkali saya juga berkontribusi atas keputusannya untuk berhenti itu.

Saya mencaplok namanya untuk sebuah pelaporan, tanpa izin. Tapi saya katakan, laporan yang saya masukkan atas nama dia. Yah, itu bukan izin, tapi pemberitahuan.

Saya minta maaf atas apa yang saya lakukan, tapi saya menolak tuduhannya yang mengatakan saya melanggar privasi. Toh laporan itu juga bagian dari project yang dia kerjakan.
Satu hari setelah peristiwa itu, saya mendengar dia mengajukan pengunduran diri. What a...????
Teman saya yang lain bilang, mungkin tidak sepenuhnya alasannya krn kasus dengan saya.

Saya baru membalas sms nya tadi sore, dua hari setelah dia pamit. 
Tidak mungkin saya bilang tdk ada pulsa (meski dalam sms yg saya kirim juga tuliskan alasan itu). Ternyata saya butuh 2 hari untuk bisa memahami kondisi seperti ini, baru kemudian bisa menerima apa adanya. 

Menyadari kesalahan saya dan memahami keputusan orang lain, bukanlah perkara yang mudah. Hingga kemarin saya berpikir saya juga akan menutup minggu ini dengan perasaan kacau balau, ternyata saya bisa berdamai dan mengirimkan pesan balasan itu: Good Luck Friend :)

Komentar

Postingan Populer