Home Sweet Home

Akhirnya, buka laman ini lagi hahahah...
Setelah sekian purnama nggak pernah melirik blog ini :p

Akhir-akhir ini ada beberapa hal yang wara wiri di kepala saya, yang setelah dipikir matang-matang, mau ditulis atau enggak..tulis atau enggak dan akhirnya saya putuskan untuk ditulis saja. Sekalian ngisi blog, takutnya kalau kelamaan ditinggal nanti bisa ngambek :p

Jadi, topik kali ini adalah rumah, iya RUMAH yang cicilannya masih 4 tahun lagi huhuhuuuu....

Sebelum masih ke topik ini, saya mau berbagi sedikit tentang latar belakang saya.
Saya itu lahir dari keluarga biasa-biasa aja, bukan berdarah biru apalagi anak sultan :p
Tapi, meskipun bukan keturunan bangsawan, saya bersyukur bisa tinggal di rumah yang nyaman dengan banyak jendela (meski sederhana), dan lingkungan yang tidak bising -- ya iyalah, soalnya tinggalnya di desa hehehe...

Bagi keluarga besar kami, dan sepertinya ini ajaran kakek nenek sih, punya rumah sendiri itu adalah prioritas setelah pendidikan. Soalnya sering banget orang tua saya (mama termasuk 3 orang kakaknya dan kakak-kakak sepupu) yang bilang : Alhamdulillah si anu udah punya rumah. Mau rumah cash atau kredit, tetap bersyukur. Yang penting sudah punya atap tempat berlindung. Mungkin kalau belum punya rumah takut anak-anaknya kelayapan mulu (saya doang sih kayaknya yang doyan ngayap :p

Saya sendiri pun setelah menikah juga punya keinginan yang kuat buat punya rumah sendiri. Rumah mungil dengan 2 kamar.
Kenapa mungil? karena kalau gede-gede capek bersihinnya, bukan tipe yang suka ngepel soalnya hahahah...
Kenapa kamar 2? karena setelah menikah, saya akhirnya menyadari bahwa saya orang yang tetap menginginkan punya waktu dan ruang untuk menikmati sendiri. Bayangkan, dari kecil hingga gede (kuliah), saya terbiasa punya kamar sendiri.

Pas kuliah sempat kost sharing kanar berdua dengan teman gitu. Tapi cuma kuat 1 bulan. Ternyata saya nggak nyaman sharing room gitu. Saya nggak masalah teman-teman main bahkan nginap di kost berhari-hari. Tapi untuk "memiliki bersama" yang artinya mengatur ruangan bersama itu yang bikin saya nggak hepi. Hahaha... selfish ya ternyata :p
Akhirnya, saya rela mengrobankan duit jajan untuk bayar kamar kost lebih mahal.

Lalu pas udah merid, walaupun dengan orang yang dicintai *preeettt , tapi ternyata nggak menghilangkan kebutuhan "ruang sendiri" itu. Jadilah target pertama saya setelah menikah adalah punya rumah dengan 2 kamar. Dan kebetulan juga punya keluarga yang support banget untuk hal ini. Disetiap kesempatan mereka selalu bilang "Mama doakan abis ini kalian bisa punya rumah sendiri," - walaupun nggak dimention sih jumlah kamarnya. Ya udah, saya Aminn-kan dalam hati dengan menambahkan "dengan 2 kamar"
Huhuhu.... pas nulis ini tetiba jadi terharu... betapa bersyukurnya punya keluarga kek begini *lap mata

Menemukan Rumah Idaman

Proses pencariian rumah sudah dimulai sejak tahun 2011 an. Waktu itu kita (saya dan Mbeb) masih ngontrak di Lenteng Agung, modelnya kontrakan yang di sekat-sekat. Nah, pas tabungan mulai keliatan hilalnya, mulailah nyari-nyari rumah. Baru sekitar 2012 kami ngontrak yang model rumah betulan di daerah Sawangan.

Target wilayah saat itu adalah Depok. Alasannya sederhana sih, karena memang rasanya Depok yang paling akrab bagi saya. Dari sisi transportasi umum pun mudah, ada KRL yang sangat memudahkan untuk ke arah Jakarta. Transportasi umum ini point utama saya sih, mengingat waktu itu saya belum berani bawa kendaraan pribadi. Satu-satunya keahlian mengendarai kendaraan ya cuma mengayuh sepeda.

Bekasi dan Tangerang juga ada jalur KRL kan?
Tapi..tapi..tapi kan ... nggak perlu diteruskan lah yaa hahahaha....

Lokasi pertama yang kami incar adalah Taman Anyelir, di kawasan GDC. Sudah bayar booking fee 1 juta, tapi kemudian batal dan booking fee nya gak balik :(
Waktu itu KPR ditolak dengan alasan adminsitrasi nggak lengkap. Kami diminta melengkapi dalam waktu 7 hari, saya nggak sanggup. Bye!!

Kegagalan yang pertama ini bikin Mbeb kapok sebenarnya. Lumayan 1 juta melayang.
Kalau saya sih nggak kapok, cuma kesal aja sama salesnya, kok rasanya dicurangi. Tapi nggak lama kemudian dapat kabar perumahan tersebut ternyata bermasalah :)

Karena yang kapok hanya Mbeb, jadi saya tetap browsing-browsing cari rumah. Pernah juga beberapa kali datang ke pameran rumah, dan situlah menemukan incaran berikutnya. Nama nya lupa, tapi lokasinya di sekitar Bojong Gede.

Akhirnya saya berhasil bawa si mantan pacar ke sana. Ternyata dia suka, karena lokasinya tengah-tengah. Dekat ke stasiun Bojong Gede, tapi nggak jauh juga ke jalan raya Ciputat Bogor. Saat itu juga kami proses booking fee, dan untungnya boleh 500 ribu aja.

Dua hari setelah bayar tanda jadi ini, saya berangkat ke Bali, seminggu. Liburan ceritanya hahahah...mumpung lagi dapat tiket murah. Tapi bukan hanimun sama Mbeb lho ya, tapi kelayapan bareng geng rempong.

Nah, pas lagi leyeh-leyeh di Bali itulah, saya dihubungi marketing, diminta menyerahkan kebutuhan administrasi: slip gaji, KTP, KK dan kawan-kawannya. Dan lagi-lagi mereka bilang harus diproses dalam 3 hari. Saya sudah bilang sedang di luar kota, baru bisa minggu depan. Eh dianya ngotot bilang g bisa. Ya sudahlah ya..bye... saya ihklaskan lagi 500 ribu itu.

Nah, setelah itu baru saya beneran kapok. Ada uang ternyata belum menjamin keberhasilan beli rumah.

Setelah kejadian ini sebenarnya sempat lupa dengan keinginan beli rumah. Cuma jeleknya, kami jadi ketagihan travelling. Pastinya ini berbahaya buat impian punya rumah kan.

Sampai suatu hari, Mbeb minta ditemani servis motor di Depok. Sampai di bengkel, entah apa yang terjadi kami berantem. Ya gitu, kadang emang kami suka berantem nggak jelas. Karena kesal, saya pergi dan akhirnyanya nyangkut di ITC Depok. Saat lagi jalan tak tentu arah itulah saya dicegat marketing perumahan, ngasih brosur. Pas liat lokasinya, saya kaget. Ternyata satu komplek dengan tempat tinggal saya saat ini. Ternyata komplek tersebut bikin cluster baru. Singkat cerita, sesorean itu saya ngobrol asyik dengan mbak marketing.

Karena sudah kenal lokasi, tahu kualitas bangunan (developernya kebetulan sama dengan developer rumah yang saat itu saya tempati), harga masuk akal, sore itu saya nekat bayar booking fee 2 juta. Baru malamnya saya lapor ke Mbeb, kalau tadi sore abis beli rumah hahahah....Mbep kepalanya langsung cenat cenut kayaknya :D

Mungkin memang inilah yang dinamakan jodoh kali ya. Proses selanjutnya rasanya sangat dimudahkan. Kebutuhan administrasi lancar. Meskipun saya waktu itu banyak tugas keluar kota, tapi mbak marketingnya sangat membantu.

Sempat pengajuan KPR pertama dengan bank BTN gagal. Tapi itu karena proses MoU developer dengan bank nya yang belum tuntas. Justru waktu itu mbak Marketing menawarkan, mau nggak ganti dengan Bank DKI, tapi saya musti submit ulang dokumen-dokumen. Saya sendiri nggak masalah, yang penting beres. Ternyata, begitu diproses dengan bank DKI, nominal cicilan saya jadi lebih kecil. Simulasi dari BTN sebelumnya 15 tahun, dengan Bank DKI jadinya hanya 11 tahun, dengan jumlah cicilan yang sama. Jauh banget kan?

Akhir Desember 2013, dapat pemberitahuan dari Bank DKI permohonan KPR sudah di terima. Februari 2014 kami akad kredit, dan fondasi rumah pun mulai dibangun. Maret 2014 mulai bayar cicilan pertama. Sejak saat inilah kami punya hobi baru saat weekend: nengokin rumah yang belum jadi :p

Akhir Juni, Alif lahir dengan proses SC. Satu bulan kemudian rumah kami jadi dan serah terima kunci, ini bertepatan dengan berakhirnya masa kontrak di rumah lama. See..? betapa Dia mengatur segala sesuatu dengan indah bukan?

Awal Agustus, kami pindahan. Warga pertama yang menempati perumahan tersebut.  Waktu itu fasilitas perumahan belum jadi, jalanan masih becek, mobil berat masih sering lewat karena masih banyak blok yang belum selesai. Dan di depan rumah kami masih ada barak tukang. Jadi pemandangan setiap pagi adalah tukang-tukang mondar mandir pakai sarung :p

Ternyata Tak Semudah Yang Dibayangkan

Di awal menempati rumah kami, saya masih tak percaya. Amazing banget rasanya. Karena itu pula mungkin, saya tak lantas terlalu antusias menghias rumah. Saya suka menikmati bentuknya yang asli. Disamping itu, waktu itu saya dalam kondisi punya bayi, sudah mulai kerja lagi. Yang penting kebutuhan dasar seisi rumah terpenuhi dulu.

Enam bulan pertama, situasi berjalan lancar seperti yang dibayangkan. Masuk bulan ke 7, kami mulai di uji. Mbeb dipindah ke Surabaya, tapi akhirnya dia memilih berhenti. Tahun itu pula kondisi di kantor tidak stabil. Tidak ada kenaikan gaji, tidak ada tunjangan-tunjangan. Luar biasa deh rasanya.
Alif yang sejak bayinya memang ASI ekslusif, namun lama-kelamaan saya sendiri sudah tak sanggup lagi pumping sebanyak yang dibutuhkan Alif. Di usia 10 bulan, akhirnya dia terpaksa berkenalan dengan sufor- yang akhirnya jadi salah satu pengeluaran terbesar. Di bulan yang saya, Alif panas tinggi dan akhirnya di rawat di RS.

Jangan ditanya rasanya. Pusing. Tabungan makin lama makin menipis. Bahkan akhirnya saya terpaksa melambai ke arah kamera a.k.a meminta bantuan orang tua. Itu benar-benar disaat sudah tidak ada lagi celengan yang bisa di congkel. Akhirnya dengan berat hati, saya terpaksa pinjam uang ke mama dan kaka sepupu, totalnya 2 juta. Uang 2 juta itu kami gunakan untuk membeli susu dan kebutuhan dapur. Amankan dulu kebutuhan pokok.

Sejak saat itu, saya mengatur kembali keuangan keluarga.
Saat gajian, hal-hal yang harus langsung diamankan adalah:
1 Cicilan rumah
2 Token Listrik
3 Susu Alif
4 Beras + kebutuhan dapur
5 Uang transport untuk saya ke kantor
6 Gaji ART

6 hal di atas adalah pengeluaran pokok dan jumlahnya tetap, jadi sudah dari awal sudah bisa dihitung. Oh ya, saya bersyukur berhasil menekan cicilan KPR seminim mungkin, bahkan tidak sampai 30% penghasilan saya. Penghasilan saya lho ya, bukan penghasilan suamu - istri. Bukan karena gaji saya besar lho ya. Tapi saat pertama memutuskan beli rumah dengan KPR, saya dan Mbeb sudah membuat kesepakatan, DP rumah dia yang usahakan, tapi cicilan saya yang bayar. Saat saya bayar cicilan, Mbeb harus menabung untuk biaya sekolah anak-anak. Kira-kira begitulah skema keuangan kami. Karena itu, saat menentukan cicilan KPR, dihitungnya dari penghasilan saya.

Tapi ternyata, cara seperti itu sangat membantu saat kami mengalami krisis keuangan. Setidaknya, kami masih bisa memenuhi kebutuhan dasar keluarga (walaupun berdarah-darah). Sepanjang 2015, bisa dibilang masa-masa kami memperketat ikat pinggang. Tapi dari ini justru memberi banyak pelajaran berharga bagi kami.

Kami belajar menata keuangan, memilah antara kebutuhan dan keinginan, menahan ego (pastinya kondisi kayak gini bikin esmosi kan ya...) dan yang pasti kami sepakat semua kebutuhan anak - anak adalah prioritas. Jadi urusan anak-anak dulu, baru kebutuhan mak - bapaknya belakangan :p

Kalau diingat lagi, memang bukan momen yang indah bagi kami. Tapi justru itu adalah masa yang juga paling berharga dalam hidup kami. Perlahan-lahan, saat keadaan mulai membaik, dan saat ada keinginan-keinginan nggak penting di kepala, masa lalu jadi pertimbangan. Kami tidak ingin kembali ke masa seperti itu, jadi walaupun saat ini keuangan sudah mulai stabil, bukan berarti kami bisa gunakan untuk apa saja.

Lewat tulisan ini, saya bersyukur Allah SWT telah izinkan kami tinggal di rumah idaman saya: rumah mungil dengan 2 kamar (walaupun akhirnya keinginan untuk punya ruang sendiri pun tetap belum terpenuhi wkwkwkwk....lain kali saya akan ceritakan). Saya percaya, masa depan anak-anak dimulai dari rumah tempat tinggalnya. Saya ingin berikan mereka tempat tinggal yang nyaman dan lingkungan yang aman, yang Alhamdulillah prosesnya dimudahkan.

Oh ya, walaupun saya perhitungan, tapi saya nggak pelit-pelit amat kok. Seperti perempuan pada umumnya yang juga exist di sosial media, saya juga pengen dong mendandani rumah. Dn saya pernah melakukannya. Bikin ruang tamu jadi cantik, nambah pajangan, pasang wallpaper dll. Walaupun masih jauh dari dekorasi pada booklet IKEA, tapi  cuma mandangin wallpaper aja rasanya udah hepi banget.

Tapiiii.... megingat di rumah masih ada bocil ye kann... yang tangannya nggak mau diam, akhirnya saya menyerah mendekor rumah. Bahkan kalau saat ini kalau kelean ada yang mau main ke rumah, mau duduk aja musti bersaing dengan mainan bocil hihihi  :p

Buat kelean yang pengen punya rumah, saya doakan semoga bisa menemukan rumah idaman ya













Komentar

Postingan Populer