Nila

Dulu nama saya Nia, nama yang paling saya suka.

Nama saya Nila, sekarang. Tidak, bukan sekarang. Tapi 5 tahun yang lalu. 
Sejak saya mulai bergaul dengan para pewarta di sebuah bangunan tua namun menarik, di satu sudut jalan Buncit Raya. Saya memperkenalkan diri sebagai Nia. Tapi ternyata mereka lebih suka mereka apa yang dibaca ketimbang mengingat apa yang terdengar. Jadilah mereka memanggil saya Nila, sebagai akibat dari sebuah surat pengantar kuliah kerja lapangan (KKL) yang saya bawa dari kampus. Pada surat itu tertulis nama lengkap saya Nila Kurnia Sari, dan mereka langsung mengingat satu kata pertama saja: Nila.
Demi alasan nilai, saya tak ingin berdebat tentang sebuah nama. Apalah artinya sebuah nama? (yang menurut saya sangatlah berarti)
Saya terima nama Nila
Setelah tiga bulan, saya akhirnya mendapatkan surat pernyataan telah melaksanakan KKL dengan baik dengan komposisi huruf A & B untuk setiap item penilaian. 
Saya kembali ke kmapus, ke tengah-tengah sahabat yang memangil saya dengan panggilan sayang: Nia, Nyanya, Spion, Nye, Boncel...(bahkan dipanggil boncel pun saya lebih suka daripada Nila). Pun dikalangan para dosen, mereka mengenal saya dengan nama Nia. Dan satu dosen menyapa saya dengan sebutan "guru privat kita" . Kalau dipikir sekali, sepertinya sang dosen bangga punya mahasiswa berprofesi sebagai guru privat. Tapi kalau dipikir berkali-kali, sebenarnya itu ungkapan kasian sang dosen terhadap anak kost yang harus mencari sampingan supaya terhindar dari puasa nabi Daud. Sekarang makan, besok puasa.
Enam bulan kemudian, saya kembali "nyemplung" ke dunia para pewarta. Kali ini saya tidak membawa surat pengantar dari kampus, melainkan dengan sebuah amplop coklat bertali. Beberapa hari kemudian saya dipanggil, diwawancara lalu diterima. Sang redaktur yang terpaksa saya kibuli dengan mengaku bahwa saat itu saya tinggal menunggu ijazah (padahal skripsi pun satu BAB belum jalan), menjabat erat tangan saya dan dengan lantang berujar "Selamat bergabung, Nila".
Sejak saat itu, intensitas saya dipanggil Nila lebih tinggi daripada Nia. Saya terpaksa pasrah.
Namun ada satu yang aneh. Seorang redaktur yang kabarnya menyebalkan (dan menurut saya memang menyebalkan), entah kenapa menyapa saya dengan panggilan Nia.
Entah apa yang salah dengan Nila, Nia dan orang-orang.
Saya membenci nama Nila karena sebuah pepatah "karena nila setitik rusak susu sebelanga". Sangat menyeramkan. Hanya setitik, bagaimana kalau nilanya sebesar saya? perempuan dengan bobot 42 kg? berapa puluh belangan susu yang akan ternoda?
Dan sejak bayi pun, ibu, bapak, nenek dan semua orang yang mengenal saya semenjak bayi memanggil saya Nia. Pun ketika memasuki TK, SD, SMP...ibu membisiki guru agar memanggil saya Nia.
Sekarang saya masih suka dipanggil Nia, tapi tidak lagi membenci orang yang menyapa saya dengan sebutan Nila. Tuntutan hidup, alasan sederhananya. Dalam sehari bisa bertemu 2 - 3 orang baru, dan saya tidak mau repot-repot menjelaskan agar mereka sebaiknya menyebut saya Nia. Tidak ada ibu yang akan membisiki mereka perihal panggilan anaknya.
Hari ini, saya menemukan makna lain dibalik kata Nila. Bukan nila si racun yang merusak susu, bukan nila si ikan yang enak disantap bersama sambal terasi tapi nila, sebuah warna yang juga disebut indigo. 
Nila atau indigo (atau spektral indigo) adalah warna pada spektrum yang panjang gelombangnya antara 450 dan 420 nanometer, terletak di antara biru dan violet.
Kata “indigo” berasal dari nama tumbuhan dari genus Indigofera (terutama tarum, I. tinctoria) yang digunakan sebagai pewarna pakaian.
Warna ini adalah salah satu dari tujuh warna dalam spektrum optik yang didefinisikan Isaac Newton.
ini kode warnanya : #6600FF

warna nila

bunga nila, ternyata ada lho hehehhe...

yang ini lambang indigo
Indigo, dipakai untuk warna pada chakra keenam (Ajna atau Mata ketiga), yang terletak di tengah dahi. Indigo juga merepresentasikan intuisi dan pengetahuan spiritual.


Hmm...jadi kalau dilihat dari arti kepribadian adalah menandakan pikiran spiritual, warna nila selalu tidak menonjol, dia hanya nampak seperti awan atau nyala, menandakan pikiran yang benar-benar spiritual.

Melihat pemaknaannya yang ajaib, saya yakin bukan suatu kebetulan ibu memberi nama Nila untuk anak pertamanya ini. Mesti ada satu alasan sehingga pada saat ia melihat putri mungilnya, entah ada mata ketiga yang tak tampak di tengah dahi entah sang bayi terlihat memiliki bakat spiritual (hihihi...)
Yang pasti, dan pastinya harus saya yakini, tak ada maksud ibu menyamakan saya dengan setitik racun yang merusak susu puluhan belanga.

Terimakasih ibu, untuk memberi saya nama yang indah dan sarat makna

Komentar

Postingan Populer