Entikong, 2 Jam Saja

Rasanya sudah lama saya tidak merasakan sinar matahari seterik itu. Panas dan menyengat. Sampai-sampai bola mata saya pun terasa pedih. Teriknya sinar yang membakar kulit tersebut ternyata tak bisa menghalangi niat saya untuk menikmati suasana yang entah kapan lagi saya bisa kembali ke sini.

Pukul 12.00, saya menginjak bumi Entikong, sebuah kecamatan di Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Kuching, Malaysia. Menuju kecamatan yang menurut saya namanya terkesan seksi tersebut, cukup dengan menempuh perjalanan darat dari Pontianak. Melewati jalur Trans Kalimantan yang di beberapa titik masih terbengkalai, butuh waktu 4 jam saja.

Sama seperti yang banyak orang lakukan di sini, saya pun mendatangi pos imigrasi. Jika yang lain melapor kepada petugas agar si petugas melakukan pengecekan kelengkapan administrasi, saya justru menyebutkan nama seseorang untuk memudahkan acara penyeberangan. Apalagi karena saya tak punya paspor. Bersyukur ada kenalan yang membantu saya lolos ke negeri seberang.

Apa yang saya lakukan di seberang border perbatasan???
Nothing. Ya, nothing.

Oke, kalau begitu mari kita ganti pertanyaannya.
Ada apa diseberang perbatasan?

Awalnya saya akan jawab "nothing", namun, 10 menit kemudian saya justru tak dapat berkata kata. Sebuah supermarket, mungkin lebih tepat disebut toko serba ada dengan bangunan menyerupai gudang yang besar berdiri ditengah tengah padang rumput di pinggir jalan.


Saya cukup shock menyadari kebutuhan masyarakat Entikong justru banyak dipenuhi oleh  negeri seberang. Bayangkan, gula dan kebutuhan sehari-hari saja mereka dapat dari sebuah supermarket yang tak berada di wilayah Malaysia. Bukannya karena ingin gaya-gayaan, tapi karena pemerintah kita belum bisa menyediakan fasilitas yang dapat memudahkan mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari.

How come???

Jadi begini ceritanya.

Jarak wilayah ini ke pasar  terdekat di kec. sei Rangas sekitar 2 - 3 jam perjalanan. Di pasar ini pun, harga barang-barang sudah sangat mahal. Sebab, para pemasok barang harus menempuh jarak yang cukup jauh juga. Bayangkan saja, semahal-mahalnya baju kaos di Jakarta adalah 40 ribu rupiah. Di sini???? semurah murahnya bisa sampai 70 ribu  rupiah.
Oh Em Jiiiii...

Saya tidak bisa membayangkan, berapa harga gula, beras, semen, gas.... lalu berapa waktu yang mereka harus habiskan di perjalanan???

Jadi, ketika di negeri seberang menawarkan kemudahan  kepada masyarakat Entikong, dengan harga yang relatif lebih murah, jarak tempuh dekat... why not?
Dan tentu saja, setiap orang disini memiliki semacam paspor untuk keluar masuk wilayah perbatasan.

Sebenarnya, tak banyak barang-barang unik yang menarik mata saya untuk berbelanja di supermarket itu. Selain cendramata khas malaysia dengan "petronas" nya,  barang-barang yang tersediapun kurang lebih sama dengan yang di jual di pusat-pusat grosir di Jakarta. Selusin pulpen "petronas" petronas akhirnya saya masukkan ke keranjang belanja berwarna merah. Berikutnya, 2 batang coklat dengan merek yang sebenarnya juga banyak saya temukan di Jakarta. Tak apalah, hitung-hitung cemilan teman perjalanan kembali ke Pontianak.

Di kasir, belanjaan saya dihitung dengan cepat oleh seorang koko koko bertubuuh agak tambun. Angka 55 kemudian tertera di mesin hitung si koko. Dengan cepat dia menyebut jumlah yang harus saya bayar dan juga bertanya, ringgit atau rupiah? tentu saja saya jawab rupiah. Satu detik kemudian...jeng jeeeng....angka dilayar pun langsung menjadi 134.750.

Great!!!
Belanja di sini tak perlu repot tukar tukar uang dulu. Ada rupiah pun jadi. Maka, tak heran bukan kalau masyarakat Entikong lebih senang berbelanja di negeri tetangga ketimbang repot-repot menghabiskan 2 jam diperjalanan untuk ke pasar?

Saat matahari mulai condong ke barat, saya mengucapkan selamat tinggal pada petugas imigrasi yang membantu meloloskan saya ke negeri seberang. "Sampai jumpa lagi ya Mba," ujarnya sambil tersenyum. Saya hanya dapat membalasnya dengan senyum. Entah kapan saya bisa kembali lagi ke sini.

Entikong, negeri dengan penamaan yang terkesan seksi dengan kegersangan yang merangsang pikiran saya untuk terus mengingatnya. Meski hanya 2 jam berada di sana, tapi saya akan merindukannya.

It is sexy, isn't it?



Pintu Gerbang di wilayah Indonesia tercinta








Komentar

Postingan Populer