Idealisme Vs Materialisme

Beberapa bulan yang lalu, ada seorang teman lama bergabung di kantor tempat saya bekerja selama ini. Dulunya, saya dengan dia juga satu kantor, sama-sama wartawan pada sebuah perusahaan media. Lantaran si Bos Besar tersandung kasus, jadilah kita karyawannya di PHK semua-kecuali yang mau tetap mengabdi menjadi kaki tangannya.

Jadilah, setelah angkat kaki dari perusahaan yang sedang koma itu, kami semua-generasi fresh graduate pun mulai menjarah tempat-tempat lain yang memungkinkan kami tetap mendapatkan imbalan untuk kenikmatan hidup di ibu kota. Tak terkecuali saya. Maka terdamparlah saya di sebuah perusahaan komunikasi, mengerjakan segala kegiatan media relation. Tak jadi melanjutkan karir wartawan memang, namun setidaknya, saya masih berhubungan dengan berita-berita setiap harinya.

Mungkin memang sudah nasib, teman saya itu-yang pernah bersama saya merasakan di PHK akhirnya ikut bergabung juga.
Meski kembali ada di satu perusahaan, tetap saja saya dan dia jarang berkomunikasi. Beda tugas, beda kepentingan dan sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Namun, sesekali waktu, ketika kami sempat makan siang bersama, diapun menceritakan uneg-unegnya pada saya.

Dia merasa tidak cocok bekerja di tempat baru ini. Apa pasal?
Sebagai wartawan, kita dulu dituntut idealis-tidak boleh menerima amplop.
Nah, sekarang, dalam kegiatan media relation, justru kita membagi-bagi amplop.
Ya, amploplah biang keroknya.
Akhirnya dia bilang akan segera mengundurkan diri.

memang, bulan-bulan berikutnya, dia kerap mengeluh dengan pekerjaan dan sistem kerja. Sayapun lagi-lagi hanya mendengarkan saja.

benar saja, beberapa bulan kemudian, dia mengundurkan diri. Alasannya, dia merasa tetap terpanggil menjadi wartawan. Dalam hati saya mengucap syukur, paling tidak, masih ada generasi fresh gradute jebolan koran yang konon kabarnya termasyur di jaman dulu melanjutkan cita-citanya sebagai kuli tinta. Ya, sebagai informasi saja, dari sekitar 10 wartawan fresh graduate yang terpaksa hengkang tersebut, belum ada yang kembali mengabdi pada dunia liputan.

Dua orang, akhirnya mengabdi pada gupermen
Satu orang, akhirnya sibuk keliling nusantara.
Sisanya, mengais-ngais emas di perusahaan swasta, termasuk saya.
Sekarang, satu orang telah kembali meneruskan profesi semula, kuli tinta.

Setelah mendapatkan cita-citanya, saya seharusnya mendengar cerita yang bersemangat.
Tapi tidak. Lagi-lagi yang sampai ke kuping saya adalah sebuah keluhan.
Tiga hari setelah turun ke lapangan, dia mengungkapkan sebuah harapan yang membuat saya menyunggingkan senyum kecut. "Gimana kalau saya balik lagi ke sana?"

Hebat. Baru kali ini saya mendengar, ada orang yang baru tiga hari mengajukan surat pengunduran diri, menyatakan ingin kembali ke kantor lama. yang lebih hebat lagi, alasan dia mengundurkan diri adalah karena prinsip-prinsipnya yang tidak sesuai dengan visi-misi perusahaan. Ck..ck..ck....saya bingung mencari perumpamaan yang tepat untuk kondisi ini.

Selidik punya selidik, tahulah saya alasan ketidak nyamanan dia menjadi wartawan saat ini. Apalagi kalau bukan urusan materi. Dengan pendapatan yang sama, sekarang dia harus mengeluarkan dua kali lipat lebih banyak ketimbang dulu saat ia bekerja sebagai media relation.

Idealisme Vs Materialisme akhirnya menjadi perenungan saya diakhir minggu itu. Idealisme, kata yang setiap hari berdengung disaat saya kuliah dulu. Disaat-saat seperti itu, selalu ada energi yang membuat saya memiliki sebuah harapan, gagasan dan semangat untuk menjadi seorang idealis, anak muda yang memiliki jiwa membangun bangsa. Bahkan urusan ujian akhir semester menjadi nomor dua, dibanding kegiatan menggugat kebobrokan pemerintah.

Kini, keadaan berbalik. Saya memang sedikit sedih, tidak bisa meneruskan cita-cita menjadi kuli tinta ternama, yang berharap kelak ketika saya sudah tidak ada, orang-orang masih membicarakan tulisan-tulisan saya. Demi sebuah tujuan yang lebih besar, saya ihklaskan cita-cita dan semangat pembangkit idealisme tersebut. Dengan jujur, akhirnya saya mengakui, idealisme Vs materialisme, saya akan mengalahkan idealisme terlebih dahulu.

Komentar

  1. maaf koreksi dikit. Sepertinya istilah Idealisme dan materiasme bukan itu. Idealisme bukan berarti jujur, dan materialisme bukan berarti mata duitan. Kedua2 nya adalah cara berfikir atau berfilosofi.
    Cek situs dibawah
    http://en.wikipedia.org/wiki/Idealism
    http://en.wikipedia.org/wiki/Materialism

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer