Terimakasih 2018

Tahun 2018 akan berakhir dalam hitungan jam. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya yang identik dengan liburan dan suasana ceria dan perasaan riang gembira. Ini pertama kalinya saya merasa berat berpisah dengan 365 hari sebelumnya. Rasanya seperti rindu, sedih serta takut. Seperti takut ditinggal kekasih yang baik hati. Pernah mengalami hal seperti itu?

Bisa dibilang, 2018 adalah hari-hari luar biasa. Hari-hari yang penuh rasa syukur. Banyak hal terjadi di tahun ini. Saya bersyukur menyadari lebih awal hal-hal yang merenggang ditengah keluarga. Meski belum berhasil diperbaiki 100%, namun setidaknya belum terlambat. Masih ada harapan untuk kita kembali saling mengasihi dan menciptakan kenangan-kenangan indah. 

Saya bersyukur atas teman-teman yang tidak pernah pergi meski mereka pernah tersakiti. Sungguh, kalian seperti keluarga dimana saya tidak perlu takut mengakui kesalahan, juga tempat menumpahkan perasaan bahagia. 

Last, but not least, saya bersyukur atas jalan terjal dalam 10 tahun terakhir ini. Sungguh, bebatuan dan jurang yang curam itulah yang mengajari saya apa itu kerja keras. Work Hard, Wide Smile :) 

Nila dan Nila


Moment ini salah satu yang menjadi titik balik bagi saya tahun ini. Bukan hanya karena saya berada sejengkal dari Bu Menteri, atau karena nama depan kita yang sama "Nila". Tapi  ini membuat saya memahami arti jangan lelah belajar, nikmati saja prosesnya (meski sebagian besarnya adalah perdebatan yang penuh emosi) dan tak perlu terbebani hasil. Saya  dan kamu, kita yang berjuang bersama di jalan ini pastinya tak pernah tahu akan seperti apa ujungnya. Tapi setidaknya, kita berani melangkah hingga sejauh ini. Kita hanya perlu belajar, mendengar dan melihat dengan benar. Apapun hasilnya, yang perlu dilakukan adalah bersyukur. Begitu bukan? 

Tahun ini juga saya berkesempatan mewujudkan keinginan masa remaja: menjejakkan kaki dinegeri-negeri asing.

Makassar, Kendari, Pare-Pare, Toraja, Kepri, Lampung, Bali bahkan Hongkong. Meski beberapa diantaranya bukan kali pertama disinggahi, tapi banyak diantaranya menoreh rindu di hati dan selalu ingin kembali. Pare-Pare salah satunya. Kota kecil di Sulawesi Selatan ini membuat saya jatuh cinta dan selalu ingin kembali. Selang beberapa bulan, saya berhasil kembali, dan di hari esok pun saya masih ingin kembali, memandang laut di sore hari di sebuah kota di ujung timur Indonesia. Entah kenapa kota-kota kecil selalu membuat saya ingin kembali.

Oh ya.. saya percaya Tuhan itu maha mengetahui. Karenanya saya selalu berdoa kepadaNya dengan bahasa ibu yang sangat saya pahami. Setelah dipikir-pikir, saya ternyata berdoa dengan berantakan: 

"Meski aku masih jauh dari hambaMu yang sepenuhnya berbuat baik (kadang kala saya masih suka berniat jahat apalagi kalau ada yang mancing-mancing ngajak ribut), tapi aku adalah hamba yang beriman kepadamu. Aku percaya pada Engkau yang Satu. Kuharap Engkau tahu itu dan tidak meninggalkanku. 
Tuhan, kuyakin tidak ada iri dan dengki dalam kamus hidupku. Tapi memang masih ada balas dendam disaat ada yang menyakiti. 
Tuhan, sayangi aku, keluargaku dan teman-temanku. Aku bersyukur atas warna warni yang Engkau berikan atas hidupku. Sungguh, aku tidak bohong. "

Di hari-hari selanjutnya, saya berharap saya semakin ingat untuk terus bersyukur dan berdoa dengan lebih baik lagi kepada Nya.

Terimakasih 2018


Komentar

Postingan Populer