Bali, Never Ending Story

Siapa yang tak kepingin ke Bali? iya, maksudnya pulau Bali yang di Indonesia itu lho.
Saya terpaksa perjelas lokasi Bali ada di Indonesia karena ternyata banyak orang luar (baca: turis asing) yang masih mengira Bali adalah Bali, bukan Indonesia. Masih mending bule yang mikir begitu ya. Pernah lagi iseng ngobrol sama rombongan anak SD di Monas tentang liburan mereka. Saat mereka bilang pernah ke Bali dan saya tanya "Bali itu negaranya apa hayo" dan mereka bingung menjawabnya. Jadi sekali lagi, Bali itu salah satu pulau yang ada di Indonesia ya ^^

Kesempatan saya terbang ke Bali datang melalui dua sahabat, Rani & Sirhan. Mereka berdua memang jagoannya nyari yang murah-murah, dan salah satu hasilnya tiket PP Jakarta - Bali, Rp. 500.000,- dengan Air Asia. Meski berangkatnya baru 6 bulan kemudian, tapi tak mengapa. Yang penting  murah :p. Rani kemudian mengajak suami dan anaknya yang masih berumur 4 tahun. Jadilah kita akan travelling ber-5. Untuk penginapan dapat rekomendasi dari suami Rani, di wisma PLN, nggak jauh dari Kuta.

Hari keberangkatan tiba. Minggu pagi sekitar pukul 11.00 (wooo...masih pagi yaaaaa ^^), saya dan Sirhan sudah duduk manis di Damri dari Lebak Bulus. Penerbangan dari terminal 3 Bandara Soekarno Hatta dijadwalkan pukul 14.00. Meski niatnya mau liburan, tapi mata terasa berat dan kepala pusing. Gara-garanya malam sebelumya habis begadang menuntaskan drama korea 15 episode :p. Alhasil, selama perjalanan ke bandara, Sirhan sibuk ngoceh sendirian. Sementara saya sudah terlelap ke alam mimpi.

Perjalanan dari Soekarno - Hatta ke Ngurah Rai seharusnya biasa saja, layaknya penerbangan pada umumnya. Namun, yang membuat kita jadi heboh karena ternyata kita satu pesawat dengan Indah Kalalo. Bagi yang belum tau Indah Kalalo, beliau adalah model cantik yang menikah sama bule. Cantik banget. Buktinya, Sirhan sama suaminya Rani sampai salting-salting selama perjalanan, kebetulan si model duduk satu baris sama kita. Padahal mah si Indah nya cuek bebek aja tuh tutup mata lalu tidur wkwkwkwk....

Sore-sore, saat langit di pantai Kuta mulai terlihat pudar, kita mendarat di Bali. O ya, waktu itu sempat khawatir dengan landasan di Ngurah Rai, yang ternyata pendek. Kerasa lho saat mendarat kemiringannya tajam banget.

Dari bandara menuju penginapan, kita putuskan menggunakan taksi. Semula berharap taksinya pakai argo. Tapi ternyata enggak. Akhirnya tawar-menawarlah kita, dan sepakat di angka 45 ribu. Semula saya pikir cukup murah, hanya 45 ribu rupiah. Tapi ternyata , jarak penginapan dengan bandara itu hanya 10 menit perjalanan sodara-sodara L0L...
Oh ya, di seputar bandara juga banyak banget taksi gelap alias mobil-mobil pribadi yang ditawarkan untuk mengantarkan penumpang ke tujuan. Tapi tetap saja, jangan lupa di tawar ya ;)

Sampai di penginapan (yang ternyata enggak recomended), kita istirahat sebentar. Rani bahkan sempat ngajakin anaknya bobok sore. Tapi yang namanya anak-anak mah ya, mau secapek apapun tapi kalau lagi ditempat baru, mana mau dia tidur. Akhirnya emaknya doang yang goler-goleran, anaknya tetap aja lari-larian hihihiii....

Soal penginapan yang nggak recomended:
- Tidak terawat, berdebu, kunci pintunya saja pake gembok.
- AC nggak dingin
- Kamar mandi bersih tapi seram
- Untuk harga, lumayan miring. Untuk kamar luas dengan 2 double bed, per malamnya Rp. 200 ribu.

Beberapa saat sebelum matahari terbenam, kita langsung melipir ke destinasi yang pertama: Pantai Kuta. Cusss...... naik motor  aja cukup 10 menit.

Soal transportasi selama di Bali, biasanya wisatwan bisa menyewa mobil atau motor. Jangan mengharapkan naik angkutan umum. Untuk menyewaan mobil atau motor, biasanya di setiap penginapan ada oknum-oknum yang suka menawari. Harga sewa 1 mobil perhari Rp. 200 ribu (diluar bensin dan sopir), sementara untuk motor cukup Rp. 50 ribu saja. Jaminannya hanya KTP booo....

Kesan pertama saya sesampai di Kuta adalah: jorok, jauh dari bayangan. Selain dipadati pengunjung, banyak pedagang mondar mandir, banyak sampah bertebaran. Pasirnya juga sudah kecampur dengan sampah kecil-kecil, Nggak enak buat diinjak :(

Saya dan Sirhan akhirnya cuma duduk-duduk aja di pasir, sementara Rani dan keluarga kecilnya sempat main ombak. Beberapa pedagang lalu lalang menawarkan dagangannya, ada yang terkesan memaksa. Saya sebenarnya terganggu  dengan pedagang-pedagang ini. Jarang-jarang kan bisa bengong disaksiin sama matahari tenggelam, eh malah dikerubutin pedagang.  Tapi akhirnya Sirhan luluh juga dengan tukang tato temporary. 30 ribu melayang ke kantong si tukang tato dengan imbalan gambar ikan terbang di pundak kanannya. Oalah masss...jauh-jauh ke Bali tapi malah nempelin logo Indosiar wkwkwkkw.....

Capek nongkrongin Pantai, kita beralih ke pusat belanja di sekitar Kuta. Sasarannya adalah KFC. yak, hari sudah malam dan kita harus isi perut dulu, biar bisa bobo nyenyak. Nggak apa-apa deh makannya fast food, secara niat kesini memang nggak fokus buat kulineran. Kita cari makanan aman saja (baca: halal).

Senin pagi. Pukul 5 subuh ternyata sudah terang banget disini. Saat yang di Jakarta sedang berjibaku dengan waktu berangkat ke kantor, saya malah masih leyeh-leyeh nungguin sarapan. Bahagia deh :p

Okay, ini sudah masuk hari ke dua, tujuan kita hari ini adalah wisata pantai di daerah Uluwatu. ada banyak pantai yang bisa disambangi dalam satu kali perjalanan, yaitu Blue Point, Dreamland dan Pantai Padang-Padang. Lokasi ini dapat ditempuh sekitar 30 - 45 menit saja. O ya, dalam perjalanan ke Uluwatu, kita melewati Universitas Udayana dan Garuda Wisnu Kencana (GWK), tapi nggak sempat mampir. Di salah satu persimpangan, kita sempat mampir di Carrefour dan beli 2 botol Nivea Sunblock. Yak, Bali panas banget, lebih panas dari Jakarta. Bahkan matahari di kota Padang nggak semenyengat ini. Bhh...

Blue Point Beach
Ini pemberhentian pertama, Blue Point Beach. Dari parkiran motor, kita harus melewati gang-gang kecil yang berkelok-kelok dan dipenuhi rumah/ penginapan, kios-kios souvenir dan toko-toko yang menjual peralatan selancar. Yup, pantai ini memang khusus untuk pencinta selancar karena ombaknya yang okeh banget. Jadi nggak heran, saat menyusuri jalan kecil itu banyak berpapasan dengan bule-bule yang menggendong papan selancar. Ada juga babang-babang bule lagi berjemur ( duduk-duduk sambil ngobrol dengan penduduk lokal dan bertelanjang dada..uhuyy....), bahkan bule lagi jemur pakaian. Wkwkkwkw....bule juga manusia, jangan heran liat mereka jemur baju kaos :p

Di pantai ini, saya nggak mencicipi main air. Karena ombak sedang tinggi dan suaranya menghempas karang menciutkan nyali. Akhirnya kita hanya memandangi birunya laut berpadu langit dari kejauhan.

Pantai Padang-Padang
Dari Blue Point, perjalanan dilanjutkan menuju Pantai Padang-Padang. Sebenarnya sebelum Padang-Padang ada Pantai Dreamland, tapi kita memilih lanjut dulu ke Padang-Padang.

Di pantai berpasir putih ini tahun 2010 yang lalu dilakukan shooting Film Eat Pray Love yang dibintangi Julia Robert. Udah nonton? saya udah, tapi yang bajakan :p
Kabarnya, selama shooting pantai ini ditutup untuk umum. Sejak itulah pantai ini mulai terkenal dan mulai dikunjungi wisatawan lokal. Ingetm wisatawan lokal lho yaaa....kalo turis asing mah dari kapan tau udah mondar mandir disini. Hmm... orang asing selalu selangkah lebih maju dibanding kita, dan sakitnya lagi itu terjadi di rumah sendiri. Ckckck...*sedih

Dari parkir kendaraan menuju pantai, kita harus menuruni ceruk seperti goa yang sebenarnya terdiri dari susunan batu karang. Tak perlu takut tergelincir, karena goa tersebut sudah di tata dengan anak tangga sehingga mudah untuk dilalui.

Berbeda dengan Blue Point yang terkesan ganas (entah kenapa  begitu sampai di Blue Point, saya merasa laut sedang marah), di Padang-Padang sangat terasa tenang. Meski setiap detik ratusan bahkan ribuan gelombang ombak pecah di bibir pantai, tapi suasananya terkesan syahdu. Saya suka pantai ini.

Selain hamparan pasir putih yang halus, terdapat beberapa batu karang yang dibawahnya kita bisa duduk-duduk sembari bersembunyi dari si matahari yang terik. Beberapa kursi dilengkapi payung tertata rapi. ada satu penjual baju pantai, tapi tidak merusak indahnya lokasi itu.

Disini, saya akhirnya melepas celana panjang, menyisakan hot pants dan berlari menyongsong ombak. Yihaaa.....asoyy....padahal lagi terik-teriknya. Item-item deh, di Jakarta banyak spa buat luluran. Kalo sorga yang begini jarang-jarang ketemu kan.

Oh ya, ada satu insiden yang menimpa seorang turis cantik asal spanyol yang berenang tak jaub dari tempat kita bermain-main. Entah kenapa dengkulnya sobek, katanya tersnagkut batu karang saat berenang. Saya yang melihat darah mengucur banyak banget langsung mules, akhirnya memilih mondar-mandir cari tim rescue. Ada pos rescue yang saya lihat begitu sampai di pantai ini, tapi nggak ada petugasnya. Akhirnya Sirhan inisiatif membersihkan luka itu dengan air mineral dan membalutnya dengan saputangan. Ah... elu mas, modus aja wkwkwkwk.....

Pantai Dreamland
Akhirnya sepulang dari Padang-Padang, sempat juga mampir ke Pantai Dreamland. Hanya saja kita nggak sampai menginjak pasir pantainya lantaran rame banget. Jadi kita hanya keliling-keliling di sekitar Dreamland. Oh ya, gosipnya Dreamland ini punyanya keluarga cendana. Hooooo.....

Sore menjelang, belum makan siang dan kulit sudah gosong. Kita kembali ke ke Denpasar. Dijalan sempat ketemu Circle K dan beli cappucino dingin. Hmm.... suegerrr...

Saya merasa, selama di bali waktu terang lebih lama dari waktu gelap. Bener nggak sih? apa cuma perasaan saya saja yang sedang asyik dengan liburan? heheheh....

Sepulang dari wisata pantai, sekitar jam 5 an, suasana masih cerah ceria banget. Kalau di Jakarta, pukul 5 sore kelihatannya sudah muram, pikirannya udah perjalanan pulang ke rumah aja tuh :p

Sore-sore, setelah kita semua bersih-bersih, bahkan rangga (anaknya Rani) sudah terbangun dari tidur sorenya, kita berencana menyusuri Kuta lalu lanjut ke Legian dengan berjalan kaki. Di dua kawasan ini, pemandangannya tak jauh-jauh dari bule dan shopping area. Saya tak tertarik untuk berbelanja karena nggak ada yang unik disini, sama saja dengan produk-produk di mal. Aura hedon terasa banget di sini. Jika masih disini lebih malam lagi, kita bisa menyaksikan orang-orang berjalan sempoyongan :)

Oh ya, catatan saya, Kuta & Legian bukan rekomendasi tempat wisata buat anak-anak. Not recomended!!

Setelah bosan di Legian, Rani & kel ngajak kita bergeser ke krisna, toko yang menjual aneka oleh-oleh. Saya dan Sirhan hayuk saja, meski tak terlalu ingin berbelanja.

Pusat oleh-oleh khas Bali Krisna ini sudah terkenal dikalangan wisatawan. Lokasinya di jalan raya Tuban, tepat di sebelah patung kuda yang menjadi iconnya Bali. Harga nya cukup murah dan barang-barangnya juga lengkao dan unik. Meski ramai pengunjung, tapi tak terlihat sesak karena areanya juga luas.

Jangan kaget ya, dipintu masuk toko ada sejumlah petugas yang akan menempelkan stiker di baju pengunjung ^^

Sudah bisa ditebak siapa yang berbelanja paling banyak disini, yak siapa lagi kalau bukan ratu shopping Rani & keluarga. Saya ngapain? mondar-mandir aja sambil ngeliatin lilin-lilin therapy. Selebihnya bingung hahahaha.... akhirnya cuma beli beberapa bungkus kacang bali, buat dicemilin sebelum tidur.

Selesai di krisna bukan berarti kembali ke penginapan. Masih ada tujuan berikutnya yaitu Joger. Wohaaa.....sesi belanjanya belum puas :p

Joger terletak di jalan raya Kuta, tak jauh dari Ngurah Rai. Bagi pencinta kaos dengan desai dan kata-kata yang lucu, inilah tempatnya. Dari segi harga, menurut saya cukup sesuai dengan kualitas barang. Saya hanya beli magnet kulkas seharga 15 ribu. Untuk review tempat pun saya nggak bisa cerita banyak, secara pas ke sini udah capek dan pengen bobok. Jadi lebih banyak duduk-duduk smabil nungguin Rani memilih-milih barang.

Selasa pagi. Sehabis subuh saya sudah nongkrong di pantai Kuta. Dengan beralaskan selembar kain Bali, saya berbaring menatap batas laut dengan langit yang mulai memunculkan pendar kemerahan. Sementara Sirhan asyik bercakap-cakap dengan petugas pantai yang sedang mengurusi papan-papan seluncur. Rani & kel, masih bobok nyenyak di penginapan :)

Ada satu tempat yang sangat ingin saya kunjungi, Ubud. Saya ingin kesana, untuk menyapa sawah dan sapaan penduduk yang hangat, menikmati tari dan lukisan yang meski sulit saya mengerti. Ingin sejenak hening dalam yoga.  Ingin mengasingkan diri ke kediaman Ketut Liyer, yang jadi terkenal akibat filmnya tante Julia Robert itu. Ah... agak melankolis ya, tapi yaa itulah saya,..bukankah setiap manusia memiliki sisi melankolis?

Karena itulah, subuh-subuh saya sudah menyendiri di pantai. Karena saya tahu menuju Ubud bukanlah perkara gampang. Kali ini bukan perjalanan sendiri yang bisa saya tentukan tujuan kemana hendak pergi sesuka hati. Terlebih lagi, sejak awal rencana travelling ini di gagas, saya telah menyatakan menyerahkan sepenuhnya itienary kepada Rani karena saat itu sedang banyak pekerjaan. Dan sekarang penyesalan itu datang terlambat.

Saat lagi diamdiam merenung, WA dari Cen, si cici yang mengangkat saya jadi adiknya. Dia bilang dia sedang di Bali dan tanya saya ingin oleh-oleh apa. Hahaa.... jodoh banget. Setelah saya tanya-tanya dia ternyata menginap di Grand Inna, Kuta. What a universe!!! itu hotel yang saat itu berada di belakang saya!!!.

Sekejap saya langsung kirim foto selfi dengan latar belakangnya Grand Inna. dan beberapa menit kemudian dia muncul dihadapan saya. Ohh..I miss u sist..kita peluk-pelukan...kayak  orang yang bertahun-tahun nggak ketemu. "Di jakarta belum tentu bisa ketemu kamu setahun sekali, malah ketemunya di Bali" ujarnya sambil ngakak.

Sayangnya, Cen hari itu balik ke Jakarta. Jadi kita nggak bisa lama-lama ber haha hihi. Dia harus packing. jadi nggak lama kemudian kita berpisah. Saya pulang bawa sendal hotel Grand Inna, dikasih Cen. "Karena kamu juga di Bali, jadi nggak perlu oleh-oleh khusus, nih sendal jepit aja, kan kamu sukanya sendal jepit" hihiiii....iyya kakaaakkk...

Akhirnya, hari itu saya dan Sirhan memisahkan diri dari Rani & kel. Kelihatannya Rangga capek, jadi Rani ingin istirahat saja di hotel. Padahal rencana semula kita hari itu mau ke Tana Lot. Akhirnya Sirhan berbaik hati mengantar saya ke Ubud, tempat yang saya idam-idamkan. Yeayy.....

Tapi....yang terjadi adalah.... kita nyasar. Padahal sudah bertanya lho rutenya, tapi tetap saja nggak ketemu. Hmm..mungkin ini yang dinamakan takdir kali ya. Meski sudah ada kesempatan, jika alam tidak menginkan saya ke Ubud hari itu, ya nggak kesampaian. Saya dan Sirhan malah terdampar di Pura .....


Rabu. The last day on Bali.
Ini hari terakhir. Pesawat akan membawa kami kemblai ke Jakarta pukul 17.30. Sisa hari ini akan dihabiskan untuk mengunjungi Tanah Lot , yang terletak di Tabanan. Dari Kuta, Tanah Lot berjarak sekitar 1 jam perjalanan dengan menggunakan motor. Namun jangan khawatir, dalam perjalanan menuju tempat ini, mata akan disuguhi pemandangan alam dan masyarakat khas bali: pura, orang yang sednag bersembahyang serta gadis-gadis berkebaya bali membawa persembahan di kepalanya. Bahkan, dalam perjalanan pulang saya sempat menyaksikan iring-iringan jenazah. Entah kenapa, saya tak merasakan suasana duka. Mungkin karena warna kuning dan merah yang mendominasi kerandanya yang terlihat mewah.

Pura Tanah Lot dibangun pada dua tempat berbeda, satu di atas bongkahan batu besar dab satu lagi di atas tebing yang menjorok ke laut. Tebing inilah yang menghubungkan pura dengan daratan dan bentuknya melengkung seperti jembatan.

Pura Tanah Lot ini merupakan tempat memuja dewa penjaga laut. Di bawah pura terdapat goa yang dihuni oleh ular laut. Konon kabarnya, ular ini adalah jelmaan selendang pendiri pura, yaitu seorang Brahmana dari Jawa yang mengembara ke Bali. Ular itu di utus untuk menjaga pura.

Di sekitar jalan masuk menuju Pura Tanah Lot ini, banyak penjual souvenir, tapi dengan harga yang di banderol cukup mahal.

Hari semakin siang, kami kembali ke penginapan untuk packing. Jangan sampai ketinggalan pesawat. Saat hendak check out, petugas penginapan yang untungnya ramah mengucapkan terimakasih dan mengingatkan agar jika ada kesempatan kembali datang ke Bali. "Iya Bli, suatu hari nanti saya kembali, karena masih ada yang belum tuntas," ujar saya sambil tersenyum. Sementara Sirhan hanya tertawa, sambil berbisik "Ubudnya belum ketemu ya Nil" :p

Catatan:
Di cerita ini saya tidak mengulas tentang kuliner karena memang saya lebih banyak memilih fastfood yang dirasa lebih aman untuk muslim. Meski demikian, bukan berarti di Bali susah menemukan kuliner halal ya, banyak juga tersedia resto dengan label halal :)















Komentar

Postingan Populer