Renovasi Bungkusnya Saja

Hari ini, gw harus follow up sebuah surat ke gd. Bundar. Sebuah surat permohonan kepada pimpinan gd Bundar untuk menjadi narasumber talkshow dari sebuah media BUMN pertengahan bulan ini. Surat tersebut telah dikirimkan melalui faks pertengahan April yang lalu. Dan sudah satu bulan sejak dikirimkan, belum ada tanggapan.
Ini merupakan kedatangan kedua gw ke gd “angker” ini dalam rangka mendapatkan jawaban atas surat tersebut. Yang pertama gw ke sana satu minggu yang lalu. Jawaban petugas tata usahanya (Te U) adalah: oh, sudah kami terima mba, sudah disampaikan ke Bapak, Mba tunggu saja.
Baiklah, jawaban itu gw terima. Tak lupa gw juga meminta no tlp yang bisa dihubungi. Dan si petugas pun memberi 6 deret angka, nomor telepon bagian persuratan tersebut. Tadi pagi, begitu gw ingin tanya lagi tentang surat itu, ternyata 6 deret angka yang dikasih si petugas Te U minggu kemarin itu terhubung ke mesin fax.Ya sudahlah..
Beruntung tadi siang tidak terlalu panas. Gw tinggalkan komp dan naskah-naskah SOP yang sedang gw kerjakan dan melangkah ke gd. Bundar. Suasana cukup sepi. Tidak ada wartawan yang nongkrong di depan pintunya. Lobi depan pun sepi, hanya ada satu petugas keamanan yang sedang berjaga.
Si petugas berseragam menyapa gw : mau kemana mba?
Dia memperhatikan gw dari ujung rambut sampai ujung kaki. Awalnya gw kaget, tapi sejurus kemudian gw cukup maklum. Si bapak petugas keamanan mukanya cukup asing bagi gw, artinya dia tidak kenal gw. Setelah gw hitung-hitung, sudah agak lama juga gw gak wara wiri di gd. Bundar ini. Terakhir gw sering keluyuran disini sebelum gd. ini di renovasi. Belum ada lobi mewah, belum ada meja pendata tamu super kinclong dan yang pasti, belum ada pintu dengan perangkat keamanan.
Ruangan yang sepi dan gw yang tidak terburu-buru memberi kesempatan gw memperhatikan hasil renovasi gedung ini. Lumayan juga, sudah mulai canggih, meskipun terlambat. Minggu lalu, gw datang ke sini dalam kondisi dipenuhi wartawan, gw sedang terburu-buru dan petugas keamanannya kenal gw. Jadi begitu masuk, dia cuma lempar senyum dan mendorong pintu kaca. Baru sekarang gw sadar, pintu kaca itu ternyata dilengkapi perangkat keamanan.
Setelah mengisi buku tamu (akhirnya gw mengikuti prosedur), gw dipersilakan masuk. Si Bapak petugas sempat bertanya apa gw tau tempatnya, gw jawab dengan anggukan dan sebuah senyum manis :)
Singkat kata, sampailah gw di lantai 1 ruang X, tempat dimana bagian surat menyurat. Di dalam, hanya ada 2 orang staf. Gw pun langsung menuju pokok persoalan menanyakan jawaban dari surat yang dikirim 2 minggu yang lalu. Sembari si Mas Mas Te U ngubek-ngubek catatannya, gw menunggu di cubicle mini yang dipaksa menjadi ruang tunggu. Dua kursi dengan sandaran patah, 1 tong sampah dengan satu kulit pisang tersangkut di penutupnya, sapu, tumpukan dokumen, kotak sisa makan siang …..gw sendiri malu melihat ruangan mungil itu. Tidakkah yang punya ruangan malu menyuruh gw menunggu di sana???
Ruangan itu tidaklah terlalu kecil. Apabila ditata dengan baik, tentulah menjadi rapi dan enak dipandang. Dan bau apek yang tercium hidung ini dipastikan juga tidak akan ada.
Setelah menunggu beberapa menit, petugas Te U yang masih muda itu membawa sebuah buku besar. Sambil menunjuk sebuah baris, dia mengatakan masih belum ada jawaban. Gw tanya kenapa lama sekali, sementara acaranya tinggal 2 minggu lagi. Kapan kira-kira ada jawaban?
Si petugas cuma angkat bahu menjawab pertanyaan gw. Saya juga gak tahu mba, posisinya sudah di ruangan Bapak. Nanti tanya lagi saja.
Okelah, gw sudah bersiap balik arah. Lalu gw teringat nomor telepon yang diberi minggu kemarin tapi tidak bisa dihubungi. Oh…telepon disini langsung tersambung ke Fax, jawabnya.
Apa tidak ada nomor lain yang bisa dihubungi? gw kembali bertanya.
Si petugas geleng-geleng kepala sambil bilang: gak ada
Lalu, bagaimana caranya kalau ada yang ingin menanyakan surat ke sini?
Yaaa…langsung ke sini saja mba.
Hah???
Gw sungguh sangat kaget mendengar jawaban itu. Sungguh aneh, bagian persuratan tapi tidak memiliki no telepon yang bisa dihubungi. bagaimana caranya pengirim surat mau konfirmasi suratnya sudah diterima atau tidak? masih untung gw yang memang cuma terpisah bebera gedung, bagaimana kalau yang kirim surat orang Papua? apakah setelah dia kirim surat harus terbang ke jakarta hanya untuk menanyakan suratnya sudah diterima apa belum?
Ckckckkckc……
Akhirnya dengan sedikit memaksa gw minta no hp si mas mas Te U. Semoga saja nomor hape disini tidak terhubung mesin faks
Dengan masih terbengong – bengong gw keluar ruangan. Lagi-lagi, gw memperhatikan sekeliling. Tidak banyak yang berubah dari gd. ini. Sepertinya, renovasi tidak dilakukan menyeluruh, hanya di luar dan beberapa ruangan saja. Tapi secara keseluruhan, bagian dalamnya sama saja. Ruangan-ruangan staf dan jaksa yang dulu sering gw masuki juga tidak banyak perubahan.
Gw akhirnya menuruni tangga, kembali ke lantai dasar.  Banyak hal berkecamuk di otak gw. Mulai dari tanggapan surat yang kelewat lama, ruangan amburadul, telepon yang dihubung ke faks, renovasi yang hanya kulit luarnya lalu..
Duk…
Ahh…bengong ternyata, jidat gw pun sukses membentur pintu kaca dengan alat pengaman. Sambil meraba-raba jidat, gw mencari-cari panel untuk membuka pintu. Entah pikiran gw yang kelewat kosong ataukah mata yang sedang eror, gw tidak menemukan panel pembuka pintu. Beberapa saat gw meraba-raba, si petugas yang sepertinya sudah melihat tragedi “jidat mencium kaca” itu akhirnya membantu membuka pintu dari luar.
Sambil pasang senyum apes, gw bilang terima kasih.
Mba, lain kali tombolnya di pencet, gitu cara buka pintu di sini…
Senyum yang sedang lebar-lebarnya mendadak terasa kecut. Untuk kesekian kalinya gw tebarkan padangan ke seluruh ruangan, semua serba baru. Furnitur mengkilap dan perangkat keamanan mutakhir….begitu cara buka pintu disini…kata-kata si petugas keamanan tak bisa pergi dari kuping gw.
Iya Pak, saya kebetulan memang gaptek.
Entah mengapa, kalimat yang gw ucapkan itu terasa sangat menyedihkan. Ruangan dgn suasana sumpek, telepon yang terhubung faks…surat yang belum ditanggapi…lalu lobi dengan fasilitas mewah…sungguh kontras.
Renovasi hanya sebatas bungkusnya saja

Komentar

Postingan Populer